ALASKA Berujar: Kasus Surat Sok Perintah, Aminuddin Ma'ruf ‘Koboy’ Membebani Negara - Mundurlah
Ilustrasi Staf Khusus Presiden (Antara Foto/Wahyu Putro)
Algivon – Rasanya, kita-kita ini
masih segar dan sadar, utamanya dalam konteks memelihara kadar ingatan, baru-
baru ini Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat mempertanyakan sumbangsih
generasi milenial untuk bangsa, apa saja sih? Lainnya, kritik Megawati yang
pernah menyebut Presiden Joko Widodo sebagai petugas partainya sebenarnya
sangat positif. Sayangnya kritik ini mirip pepatah "gajah di pelupuk mata
tidak terlihat, malahan semut di seberang lautan terlihat".
Semestinya, Megawati mempertanyakan dan mamarahi Stafsus
Milenialnya (Presiden Jokowi), dibanding harus menyeruduk mahasiswa, dan buruh
yang berdemontrasi menuntut Hak masyarakat yang dilanggar melalui UU Cilaka
(Cipta Lapangan Kerja). Begitu kira-kira ujar Aliansi Lembaga Analisis
Kebijakan dan Anggaran (ALASKA), yang diterima redaksi Algivon pada 9 November
2020.
Masih ujar ALASKA, Idealnya Megawati mengkritik stafsus
Presiden yang sejak dipajang, dan diperkenalkan kepada publik dinyatakan
sebagai perwakilan kelompok milenial, alih-alih nyinyir kepada mahasiswa yang
aksi menentang UU Cipta Kerja. Dalam praktiknya, jangankan bicara soal
sumbangsih kepada negara, justru adanya stafsus milenial, faktanya hanya
membebani keuangan negara. Tersebab bergaji Rp 51 juta per bulan, ditambah
segala akses dan ke fasilitas lainnya, ALASKA menduga Tugas Pokok dan Fungsinya
(Tupoksi) masih tidak jelas.
Alhasil seiring berjalannya waktu, akan dan mungkin telah
membuktikan, bahwa stafsus milenial hanyalah beban negara, dan sebaliknya mahasiswa
bersama siswa, juga buruh dan masyarakat yang dengan tegas menolak UU Cipta Lapangan
Kerja memberikan sumbangsih besar bagi negara di masa depan.
Kami menilai bahwa Megawati lupa untuk melihat gajah yang ada di pelupuk mata, sekali lagi ujar Adri Zulpianto Koordinator ALASKA, perlu meluruskan kritik ibu Megawati Soekarnoputri, agar Megawati tahu dan mengingat kembali, atau bahkan mengkaji ulang kritik, serta amarah tersebut ditujukan kepada siapa dan kemana?
“Jangan tiba-tiba ngomel ke objek yang abstrak, padahal di
depan matanya ada yang lebih pantas dan lebih layak diomelin,” tambah Adri
Zulpianto
ALASKA menilai daripada Megawati meminta Jokowi untuk tidak memanjakan generasi millenial, semestinya Megawati meminta kepada Jokowi untuk tidak memanjakan Stafsus milenial atau bahkan memecatnya sekalian: “Karena Stafsus Milenial lebih banyak menyalahgunakan wewenangnya daripada fokus memberi sumbangsih kepada Negara,” lagi ujar Adri Zulpianto.
Mundullah Aminuddin Ma'ruf …
Paparan ALASKA lebih lanjut, bila memang menurut Megawati, tugas
generasi milenial harus memberi sumbangsih bagi Negara, seharusnya itu pun perlu
dibuat contoh dulu oleh Stafsus Milenial yang memang dicitrakan sebagai
perwakilan Generasi Milenial. Bukankah, setelah dibentuk Stafsus Milenial
sampai sekarang, mereka sama sekali, tidak membantu mengurangi masalah, bahkan
lebih menjadi beban negara dan keuangan negara, dengan berbagai kasus yang
muncul dari stafsus milenial ini sehingga menjadi semacam benalu negara.
Sekedar catatan negatif ALASKA, stafsus mulai dari Andi Taufan Garuda Putra yang diketahui melibatkan perusahaannya, Amartha dalam program pemerintah yang melibatkan anggaran APBN. Dan terkini, ada nama Aminuddin Ma'ruf yang diduga berlaga koboi dengan mengirimkan Perintah melalui surat kelembagaan negara kepada Mahasiswa yakni Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (Dema PTKIN), untuk datang ke istana terkait UU Cipta Lapangan Kerja. semestinya, Aminuddin Ma'ruf lebih low profile, santun, dan melalui pendekatan kemahasiswaan, atau bahkan melakukannya dengan kreatif ala milenial ketimbang menunjukkan arogansinya menggunakan label kepemerintahan.
ALASKA meminta Aminuddin Ma'ruf mencontoh Kerja Positif rekannya Andi Taufan yang sudah terlebih dahulu mengundurkan diri, dari Stafsus milenial pasca mendapatkan proyek dari pemerintah. Akan lebih baik bagi Aminuddin Ma'ruf untuk mundur sekarang juga, karena tidak ada proyek yang didapat, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas kegagalannya mengayomi mahasiswa.
“Di sisi lain juga Aminuddin hanya membebani keuangan negara.
Aminuddin Ma'ruf juga diduga tidak tahu apa yang harus dilakukan selain
memerintah ala koboy menggunakan label kepemerintahan,” pungkas Adri Zulpianto.
(Rls/Harri Safiari)
Tidak ada komentar