Fenomena ‘Kebablasan’ di Konsep Good Governance, Eka Santosa: Unpas Siapkah Bahas, Kembali ke UUD ’45?
Algivon – Dinamika komunikasi politik
dalam konteks bagaimana mewujudkan Good Governance, dimata insan akademis khususnya
pada Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Komunikasi angkatan IX Pascasarjana
Universitas Pasundan (Unpas), rupanya amat menarik perhatiannya. “Saatnya, para
mahasiswa kami harus belajar langsung dari para pakar maupun politisi yang berkelas.
Kiranya, keterlibatan mewacanakan good governance bila dari datang dari para
pihak yang pernah menjalankan maupun yang sedang mengembannya, dipastikan akan
lain hasilnya. Hari ini melalui webinar kita akan membahasnya secara lebih
mendalam, langsung dari para tokoh ataupun pelaku utamanya,” ujar Dr. Sutrisno,
SSos M.Si, Kaprodi Ilmu Komunikasi Unpas, dalam secuplik kata sambutannya.
Tepatnya, Sutrisno memberi kata sambutan pada webinar
Komunikasi Politik 2021 (25/1/2021, pukul 13.00 – 15.00 WIB), yang secara resmi
bertemakan – Optimalisasi Komunikasi Politik dalam Mewujudkan Good Governance
di Indonesia. Sedangkan menurut Ketua Pelaksana webinar, Dr Drs Yony Djogo SH
MM Map MH, dan Muhamad Farid kepada redaksi berharap bahwa para mahasiswanya
serta pihak terkait lainnya yang tertarik dengan disiplin ilmu politik, dapat
memaknai peran apa itu komunikasi politik, dalam konteks praktik meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, atau khususnya pemilihan kepala
daerah, misalnya.
Good Governance dalam Praktik
Bila disimpulkan dari tiga penutur yang mengupas tema webinar
pada Senin siang itu masing-masing Dr. Eki Baihaki,S. Sos, MSi yang dikenal
selaku akademisi di lingkungan Pascasarjana Unpas, M.Farhan, S.E sebagai
anggota DPR RI (2019 – 2024, dan tokoh Jabar Eka Santosa yang juga dikenal sebagai
Ketua DPRD Jabar (1999 -2004), serta DPR RI (2004 – 2009) di antaranya selaku
pimpinan Komisi II. Pengamatan redaksi ketiga nara sumber ini yang mampu menuturkan
hal-hal yang biasanya bersifat politis dengan tinjauan serba berat, hari itu
dengan lancar dan mencair mengemukakan pentingnya esensi komunikasi dalam
kegiatan berpolitik yang normatif, disampaikan secara runtun dan jelas, tanpa
meninggalkan kepentingan tertentu yang biasanya menjadi bahan pertanyaan
khalayak.
“Bangunlah reputasi pribadi maupun Lembaga dengan penuh
tanggung-jawab,” kata Eki dengan mengutip tokoh dunia Warren Buffet – “Perlu
waktu 20 tahun untuk membina reputasi, dan hanya 5 menit untuk meruntuhkannya”. Lebih jauh menurut Eki yang banyak mengingatkan
pentingnya memegang ujaran – Jangan mudah mengabaikan hal-hal yang kecil dan
benar ketika kita berpolitik:
”Malahan, kini melalui medsos yang banyak disalahgunakan,
cukup 19 detik reputasi yang bertahun-tahun dibangun bisa runtuh atau sirna,”
jelas Eki yang mewanti-wanti siapa pun harus bijak menggunakan medsos di jaman
kini dan mendatang, sambil menambahkan –“Bayangkan
good governance macam apa yang akan dibangun, bila pemanfaatan aneka medsos
oleh siapa pun, disalahgunakan.”
Sementara itu legislator Muhammad Farhan Anggota Komisi I DPR RI
mengingatkan akan kedahsyatan peran media massa yang berkembang pesat dewasa
ini,”ini membawa kita pada kegiatan dunia yang tanpa batas yang salah-salah
bila tanpa pemahaman literasi yang kuat bisa menjebloskan kita pada ranah ketidakpastian,”
ujarnya sambil menjelaskan untuk bijak menangani berita hoax yang merajalela
akhir-akhir ini –“Jangan asal share…amati dulu dari mana itu sumbernya.”
Lebih lanjut menurut Muhammad Farhan yang pernah lama berkecimpung
selaku pembawa acara di stasiun TV nasional, juga sebagai praktisi di bidang
komunikasi massa radio, sempat membahas kesuksesan Ridwan Kamil ketika meraih
menjadi Walikota Bandung yang ke-15 (2013 – 2018). “Saat itu dalam kampanye
Ridwan Kamil, tim suksesnya menggarap dengan cukup piawai celah pemanfaatan
media sosial. Ini terbukti ampuh kala itu. Bolehlah ini bisa menjadi bahan
kajian siapa pun.”
Tiada lain menurut Muhammad Farhan, bagi para mahasiswa
terutama di bidang politik:”Mengapa tidak sesi keberhasilan Ridwan Kamil ini,
yang kini menjadi Gubernur Jabar, bisa menjadi bahan kajian kita.”
Tak kurang menariknya pemaparan Eka Santosa yang dikenal lama
berkecimpung di bidang perpolitkan regional Jabar maupun nasional, ia langsung menukik perlunya kita mengkaji perjalanan
sejarah bangsa, dan konsensus pendiri Republik Indonesia:”Di antaranya, dasar
negara kita dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara demokratis sebagai
penjabaran sila ke-4 Pancasila,” ujarnya dengan menambahkan –“Salah satu
wujudnya, dalam pemerintahan yang demokratis itu ada partai politik dan
pemilihan umum. Sayang, sepertinya ada yang kebablasan …apalagi dikaitkan
dengan impian good governance.”
Lebih jauh menurut Eka Santosa, demi terwujudnya supremasi
hukum yang selama ini kita idam-idamkan harus
melalui mekanisme komunikasi ‘normatif’ baik kelembagaan pemerintahan, elit
politik, parta politik, maupun peran maksimal dari para tokoh. Hal ini oleh Eka
Santosa sempat ditekankan secara khusus dengan menuturkan:
”Dewasa ini praktik berdemokrasi dalam hal memunculkan para pemimpin
baik di legislatif maupun eksekutif, sepertinya kebablasan. Lihat saja biaya
politik pada Pilkada kita? Sepertinya banyak yang tak masuk akal, terlalu
banyak memakan korban,” ujarnya dengan mengutarakan alternatif - ”Kembali saja
ke UUD ’45. Pilkada lakukanlah secara tak langsung oleh DPRD. Pascasarjana
Unpas, siapkah mewacanakannya? Termasuk, bagaimana menghidupkan kembali
pentingnya ada GBHN sebagai panduan kita membangun negeri ini? Juga pentingnya
mengingat kembali konsep akar budaya bangsa, yakni masyarakat adat yang kental
dengan keberadaan ‘komunikasi politik’ yang berkonsep, panyaur, pangajak, dan
panyarek, semua bisa kita kaji ulang demi manfaatnya.”
Pada akhir penuturannya, Eka Samtosa seakan mengingatkan semua
kalangan,”Akibat mahal dan berlarut-larutnya proses pemilihan kepala daerah
(Pilkada), ingatlah ada berapa jumlah di
antara mereka yang kini tersandung kasus, dicokok KPK?”
Konsep Kampus Merdeka
Secara terpisah redaksi melalui Muftiah Yulismi S.Psi,
mahasiswa Angkatan IX Magister Ilmu Komunikasi Unpas, yang dalam webinar ini
bertindak selaku moderator menyatakan rasa leganya:”Bersyukur tiga nara sumber tadi,
yang terbilang piawai di bidangnya, sepertinya ada chemistry yang kuat. Ketiganya
secara harmoni menjelaskan pentingnya peran komunikasi politik secara normatif dengan
runtun. Ini bekal pen, ting bagi kami-kami yang sehari-hari akan dan sudah
terjun di tengah masyarakat.”
Lebih jauh kata Muftiah Yulismi, yang mengupas dalam kaitan
pengembangan konsep Kampus Merdeka, sari pati dari webinar ini termasuk
terjadinya dialog cukup intensif di antara para peserta yang berada di berbagai
daerah dengan tiga nara sumber:
”Ini bisa disebut telah terjadi perwujudan Kampus Merdeka secara
nyata. Aneka kiat mengimplementasikan sinergitas antara pemerintah (state),
swasta (private sector), dan masyarakat (society) dalam membangun tatanan
bernegara dan berbangsa, tadi itu dikupas secara terbuka. Inilah manfaat nyata bagi
kami, bisa menambah wawasan. Termasuk tantangan Pak Eka Santosa mewacanakan
kembali ke UUD ’45, bagi Kampus Merdeka, tampaknya boleh-boleh saja,” tutupnya.
(Harri Safiari)
Secara explixit peran komunikasi politik akan terwujud sesuai amanat UUD 1945 manakala masyarakat mampu memahami perannya sbg agent of change , paham tujuan dari pesan yg akan disampaikan kepada pemangku kebijakan serta feedbacknya direspon dan diskapi oleh utk menentukan kebijakan publik hal ini sjalan dgn kebutuhan nilai2 yg tumbuh dan berkembang di masyrakat yg bersifat adaptif
BalasHapus