Sungsang Suprapto Pamerkan Foto Habitat Burung Blekok Rancabayawak yang Terancam , Heni Smith: Perlu Win Win Solution
Sungsang Suprapto (kiri) dan Heni Smith - Mari kita selamatkan habitat dan warganya ...
Algivon – Melanjut pameran drawing dan foto yang pernah berlangsung di Taman Hutan Raya (THR) Djuanda pada 14 Maret 202 lalu, hal ini merupakan upaya penyelamatan habitat burung kuntul (Bubulcus Ibis) dan burung blekok (Ardeola speciosa),penyebabnya kedua jenis burung ini habitatnya yang unik di Kota Bandung, tepatnya di Kampung Rancabayawak, Kelurahan Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage, tinggal secuil saja.
“Waktu itu di THR Djuanda tema pamerannya ‘Biarkan Aku
Menyayangimu’, kali ini di Herbal House by The Lodge mengetengahkan tema ‘Look
at My Crown’. Artinya, habitatnya di Rancabayawak yang tadinya sekitar 2,7 ha berbagi
dengan penduduk setempat, kini tinggal beberapa meter saja. Hanya ada di dua
rumpun bambu. Sungguh menggenaskan,” papar fotografer Sungsang Suprapto yang akrab
disapa Toto. Toto diketahui dalam lima
bulan terakhir kerap bolak-balik ke Rancabayawak
Dalam diskusi spontan disela-sela pembukaan pameran foto
ini, Toto menjelaskan masa-masa terakhir kehidupan burung blekok di
Rancabayawak. Khusus pada pameran foto bertema ‘Look at My Crown’ yang dibuka
pada 5 April 2021 di Herbal House by The Lodge Jalan Sumur Bandung No. 6 Kota
Bandung, kembali ia menggugah kondisi habitat burung blekok ini yang sudah terancam
punah, karena terkepung oleh modernisasi pembangunan perumahan dan perkantoran di
Gedebage.
“Foto ini digelar kembali, dananya nanti bisa digunakan
kegiatan riset, dan upaya menggugah para pembuat keputusan di bidang tata ruang,
misalnya,” jelas Toto yang kini berkolaborasi dengan Lian Lubis selaku Founder Habitat
Foundation.
Sementara itu Heni Smith selaku CEO The Lodge Group selaku tuan
rumah untuk pameran foto ini rupanya tergerak untuk membantu penyelamatan
koloni burung blekok:
“Dalam waktu dekat sebelum bulan puasa, kita berkunjung
ke lapangan. Nantilah setelah bertemu di sana kita bisa bincangkan langkah
lanjutnya. Termasuk kerjasamanya dengan pemerintah dan warga setempat,” ujarnya
dengan menambahkan –“Idealnya, habitat burung blekok ini kita selamatkan pun semoga
bisa dikembangkan jadi salah satu daerah tujuan wisata yang menguntungkan semua kalangan. Pokoknya, perlu ada win win solution , termasuk para developer perumahan di sana.”
Mind Set Warga
Lainnya Gembong Primadjya alumus ITB Jurusan Mesin, merasa
gembira bahwa upaya Sungsang Suprapto di pameran kali ini lebih banyak mendapat
perhatian dari berbagai kalangan. Sementara itu aktivis yang juga memperhatikan
habitat burung belekok di Rancabayawak yang mengaku bernama Budi atau biasa disapa
BePe, dalam sesi dikusi tentang upaya penyelamatan, menyatakan:
“Harus dicermati juga mind set dari pemimpin atau kuncen
(juru kunci) dari penduduk di Rancabayawak. Harus ada pendekatan khusus yang
menyeluruh, penyelamatan habitat burung ini,bila disandingkan dengan pengembangan
kepariwisatannya. Bisa-bisa menjadi hal yang berbeda, tetapi itu mah urusan Ibu
Heni Smith dan tim-nya, mungkin punya solusi nantinya.”
Secara terpisah redaksi mengontak Tony Ellen anggota
Komunitas ABCD (Aliansi Bandung Cinta Damai) yang dikenal sangat perduli
terhadap kelestarian alam, menurutnya upaya Sungsang Suprapto dan
rekan-rekannya untuk penyelamatan koloni burung blekok, patut didukung:
“Hilang satu jenis binatang dari ekosistem kita, berarti
keseimbangan kehidupan kita pun cepat atau lambat akan terganggu. Katanya, jumlah nya pun kini cukup drastis menurun dalam 3 tahun terakhir.”
Beberapa saat sebelum menaikkan wacana dan warta ini, redaksi berusaha mengontak salah satu
kuncen di Rancabayawak. Redaksi memapakarkan, sekilas suasana antusiasme pengunjung
pameran foto yang amat peduli terhadap
penyelamatan burung blekok, juga mengingatkannya pada upaya yang pernah dirintis oleh mantan
Wakil Walikota Bandung Ayi Vivananda, dan pengamat lingkungan serta
kepariwisataan Adi Raksanagara pada era 2013-an bersama pemerintah dan tokoh setempat, sayangnya sepertinya gayung
tidak bersambut.
Faktanya, pesan singkat melalui WA hanya dibaca, namun
ketika dicoba untuk dihubungi kontak teleponnya, berkali-kali tidak menyahut. (Harri Safiari)
Tidak ada komentar