Dugaan Pelunasan Pinjaman memberatkan Nasabah di Salah Satu BPR Katapang Kab. Bandung – Ijazah Ditahan & Diskriminatif
iIustrasi, sumber BPR Sentral Arta Asia
Algivon – Selayaknya
setiap layanan produk atau jasa termasuk perbankan mengacu dan memegang prinsip
keterbukaan, kejujuran dan transparansi serta kepastian hukum. Ini terkait akan
hak dan kewajiban konsumen atau nasabah. Artinya, tidak boleh ada pihak yang
nanti nya merasa dirugikan, ini tertuang pada UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Ini merupakan rujukan umum bagi pelaku usaha yang melaksanakan transaksi baik
produk atau jasa kepada masyarakat.
Terkait hal tersebut, ketentuannya berlaku juga bagi
kalangan perbankan, tepatnya merujuk kepada aturan hukum UU No10 tahun 1998
tentang perubahan atas UU no 7 tahun 1992. Disamping itu berlakunya UU No 8
tahun1999 memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan.
Karenanya, pelaku jasa perbankan dituntut untuk: 1. Beritikad baik dalam
menjalankan usahanya. 2. Memberikan Informasi yang benar jelas, dan jujur
mengenai kondisi jaminan layanan yang di berikan. 3. Memperlakukan konsumen
secara benar, dan jujur serta tidak ada diskriminatif. 4. Menjamin kegiatan
usaha berdasarkan ketentuan standar perbankan.
Selain hal di atas yang tertuang dalam pasal 29 ayat 4 (UU)
No 10 tahun1998 dimana berbunyi: Untuk kepetingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan
dengan transaksi nasabah yang di lakukan bank.
Prinsip di atas sangat berkaitan erat dengan aspek
tranparansi di awal perjanjian atau transaksi perbankan, dan tidak diperbolehkan
pihak perbankan membuat kebijakan yang tidak dipahami resikonya di kemudian
hari. Semua kesepakatan harus jelas
diterangkan diawal, tidak patut bank
memberikan informasi yang penting di saat setelah perjanjian kredit atau
layanan perbankan saat sudah berjalan.
Kasus
itu …
Berkaitan hal diatas, satu kasus telah terjadi dan menimpa seorang
nasabah yang akan melakukan pelunasan kredit di awal. Ini terkait besaran atau
nilai nominal pinjaman yang harus dilunasi ternyata sangat memberatkan. Ini ternyata, terkait besaran
presentase bunga yang sangat memberatkan, karena nasabah harus membayar 50
persen bunga berjalan. Padahal, ketentuan ini tidak dicantumkan di awal
penandatangan akad kredit.
Ini seperti dituturkan Suryana (6/9/2021) yang merupakan
salah satu pengurus ormas Aksan yang mendapat kuasa membantu pelunasan seorang
nasabah di salah satu BPR di Katapang, Kabupaten Bandung:”Kami tim sudah
mengikuti prosedur dengan mengajukan surat permohonan keringanan terhadap
besaran yang di tetapkan pihak bank, namun setelah menunggu sekian lama pihak
bank melalui Head Marketing dengan inisial " A" menyatakan bahwa
nasabah, silahkan melunasi dengan potongan saldo bunga berjalan sebesar 50
persen ditambah hutang pokok. Dan, ini tidak ada tercantum besaran nya di
kontrak perjanjian kredit. Tentunya, ini memberatkan nasabah," ungkap Kang
Yana begitu ia biasa disapa.
Menurut informasi, besaran nilai bunga berjalan berbeda
dengan beberapa nasabah yang telah melakukan pelunasan. Dugaannya, ini seperti ada
diskriminatif dalam pelayanannya. “Disamping itu pihak bank juga diduga
melanggar ketentuan hukum yakni UU No 39 tahun 1999 tentang HAM terkait
kewajiban nasabah yang harus menyerahkan ijazahnya, terutama para guru dimana
ijazah mereka ditahan,” tambah Kang Yana dengan menambahkan keterangan menirukan keluhan
salah saorang guru lainya yang meminjam uang di BPR ini –“Ya, ijazah strata
satu (S-1) saya ditahan BPR ini.”
Menurut info Kang Yana pula, ia berencana membawa persoalan
ini ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam waktu dekat ini. “Kami akan ke OJK
mengadukan tindakan sepihak BPR ini, karena kebijakan mereka memberatkan
nasabah ditambah adanya perlakuan diskriminatif,” pungkasnya. (Andi/Rls)
Tidak ada komentar