Pasar Induk Caringin Bandung Menuju Kelola Sampah Ramah Lingkungan, Betha Kurniawan: Tak Dikirim ke TPA
Salah satu sudut timbunan harian sampah di Pasar Induk Caringin, dulu rata-rata per hari hingga 100 ton dominasi sampah organik (sayur/buah) dikirim ke TPA Sarimukti, kini tinggal 70 - 80 ton per hari. Kelak bila sudah dipasang mesin StungtaXPindad, seluruh sampah ini akan habis di tempat dengan melibatkan prinsip KaMiSaMa dan unsur TPS3R, lainnya. (foto Shahadat Akbar) .
Algivon -- Bertempat di ruang direksi BP3C (Badan
Pengelola Pusat Perdagangan Caringin) di Jl. Soekarno - Hatta Kecamatan Babakan
Caringin, Bandung, pada Senin, 31 Agustus 2021, Agung Suryamal selaku salah
satu pemilik Pasar Induk Caringin, hari itu ia didampingi A Syarief Hidayat
S.E. Kepala BP3C, dan Yudi Kepala Bagian Kebersihan, menerima kehadiran Eka
Santosa, Ketua DPP Gerakan Hejo, bersama tim yang dipimpin oleh etha Kurniawan
CEO Hejo Tekno merangkap Direktur PT. Top Tekno Indo. Diketahui Hejo Tekno
sebagai salah satu divisi di Gerakan Hejo, dalam 3 tahun terakhir bergiat
sebagai penemu dan produsen mesin pengolah sampah (incinerator) ramah
lingkungan yang pertama di Indonesia, yang memiliki SNI (Standar Nasional
Indonesia) dengan merek StungtaXPindad.
"Kami sambut baik kehadiran rombongan Kang Eka Santosa,
hari ini bahasannya fokus bagaimana mengelola sampah di lingkungan kami. Lebih
jauhnya silahkan hubungi Kang Syarif Hidayat," papar Agung Suryamal yang
katanya pada sore harinya akan menerima tamu khusus dari negeri Korea Selatan.
Menurut Syarif Hidayat, yang mengapresiasi tawaran solusi
menuntaskan sampah di Pasar Induk Caringin, yang dulunya hampir 100 ton per hari,
dan kini rata-rata 70 hingga 80 ton per hari, ini pun sampahnya dominan usur sampah
organik (sayur & buah),”Kalau Gerakan Hejo dan divisinya Hejo Tekno hari
ini bersedia menempatkan mesin StungtaXPindad, lalu kita atur bersama nanti
regulasi pengelolanya, dengan para pemakai di sini, ayolah kami sangat setuju,”
ujarnya.
Dalam kesempatan ini pula Syarif Hidayat Kembali menyitir
ucapan dari boss-nya, yakni Agung Suryamal: ”Tadi seperti kata Pak Agung, secepatnya
saja kita garap dan gulirkan di lapangan untuk pengolahan sampah agar tuntas di
hulu. Secepatnya, agar tak lagi dikirim ke TPA. Apa itu ke Sarimukti
(Cipatat,KBB) atau ke Legok Nangka (Kab. Bandung & Kab. Garut),” terangnya sambal
menambahkan –“Tinggal segi teknis, ya lahan 1.000 meter persegi, ini kita
usahakan segera.”
Kerjasama
itu ...
Pada pihak lain Betha Kurniawan yang didampingi Erick
Muhammad N, After Sales Service Hejotekno, usai pembahasan rintisan kejasama
antara BP3C dengan Gerakan Hejo dan Hejo Tekno:
"Anggaplah ini tahapan awal untuk mewujudkan
feasibility study (FS) dan kerja sama lanjutan. Setidaknya butuh lahan
1.000 m persegi, untuk mengolah terutama sampah organik (sayur/buah) dan
sedikit non organik sekitar 70 - 80 ton per hari," jelas Betha Kurniawan
dengan menambahkan - "BP3C tak perlu repot-repot mengadakan dana
investasi. Justru kami yang akan membantu pengadaan mesin dan lainnya, dengan
syarat BP3C membuat regulasi secara internal. Termasuk nanti penerapan KaMISaMa
(Kawasan Minimasi Sampah Mendiri), yang mengakomodir pihak-pihak pegiat TPS3R
(Tempat Pengolahan Sampah – Reduce Reuse Recycle). Terpenting sampah tak dikirim ke TPA."
Sementara itu Yudi kepada redaksi menyambut baik idea
penerapan mesin pengolah sampah ramah lingkungan untuk Pasar Induk Caringin
seluas 12,7 Ha yang punya sedikitnya 420 kios yang beroperasi 24 jam, untuk dagangan
buah-buahan, sayur, ikan, daging, beras, pedagang grosir, elektronik, dan lainnya yang juga diketahuinya
sebagai insinerator sampah pertama di Indonesia, yang telah berpredikat SNI
dari BSN (Badan Srandarisasi Nasional).
Kepada redaksi Eka Santosa kembali mengingatkan bahwa pola kerjasama
jangka panjang ini diharapkan, akan menjadikan pilot project pengelolaan sampah
di pasar modern atau tradisional, se Jabar malahan di Indonesia:”Semuanya soal
sampah ini harus tuntas di hulu. Artinya, ia tak dibawa-bawa ke yang namanya ‘TPA’
yang teu pararuguh tungtungnya, baik itu di Sarimukti yang merusak
hutan dan ekosistem di sana. Apalagi ada
rencana Tempat Pengolahan dan Pemrosesan
Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka di Nagreg, di Kabupaten Bandung. Ini diduga
kuat banyak masalah, salah satunya karena kemahalan dan berbasis proyek dari kalangan
tertentu.” (Harri Safiari)
Tidak ada komentar