Warli Haryana via Kerjasama FPSD & LPPM UPI, Terapkan Smartphone Mendisain Batik di ‘Generasi Z’ Babakan Sarijambe, Leles, Garut – Wow Hasilnya !
Warga Kampung Babakan Sarijambe, Desa Cangkuang, Leles, Garut, antusias mengikuti pelatihan praktis mendisain baik menggunakan smartphone - Hape tak cuma untuk main game euy, bisa produktif, ternyata !
Algivon – Adalah sejak Mei hingga
akhir
Agustus 2020 beberapa dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI didukung
Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM UPI), melaksanakan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat.
Programnya, mengajak masyarakat di kampung Babakan Sarjambe, Desa Cangkuang,
Kecamatan Leles- Garut, ikut melestarikan budaya Nusantara melalui pembelajaran
batik dan belajar dasar-dasar perancangan motif batik. Harapannya,
kelak dapat bermanfaat bagi warga di sekitar Desa Cangkuang,
dalam hal turit aktif memperkenalkan daerahnya melalui pembuatan batik, dan motif batik
yang memiliki ciri khusus.
“Kedepannya, kegiatan ini bisa menjadi sebuah komunitas
masyarakat yang mampu membangun industri kreatif, sekaligus sebagai pengenalan
daerah atau yang sering disebut dengan istilah brand image daerah Cangkuang
Leles Garut,” urai Warli Haryana, Sekretaris Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD
UPI tatkala ditemui di rumahnya di
Jl. Gegerkalong Hilir No.217 Kel. Sarijadi Kec. Sukasari Bandung.
Faktanya
kegiatan
ini disambut baik oleh tokoh, dan masyarakat setempat termasuk UPTD Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Garut selaku pengelola Situs Kampung
Pulo dan Candi Cangkuang Leles Garut. Aktifitas ini diikuti kelompok usia, anak usia Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, ibu rumah tangga, pemuda, dan orang tua di kampung Babakan
Sarjambe. Hasilnya, karya desain motif batik dari pelatihan ini cukup
bervariasi.
Warli Haryana, dan beberapa
orang dosen dalam kurun waktu itu, mengajarkan cara membuat dan
mendesain batik, bila diajarkan dengan cara manual merasa kurang efektif. Oleh karena
itu, kini Warli mencoba menyasar kaum remaja dan menerapkan teknik digital,
memakai hape android/smartphone, dengan harapan masyarakarat bimbingannya tidak
merasa jenuh, juga sebagai solusi bagi mereka yang ingin
berkarya tapi tidak punya alat-alat membatik.
Tangkapan layar, pembelajaran secara daring dengan aplikasi zoom meeting - Terpenting terjadi interaksi positif antara peserta dan pemberi materi ajar...
“Saya lihat anak remaja
sekarang rata-rata punya hape (smartphone). Jadi di saat
mereka tidak punya alat bahan, ya mereka tetap bisa berkarya dengan hapenya.
Saya harapkan adanya “Generasi Z “ ini lebih bisa mengoptimalkan
android/smartphonenya bukan untuk sekedar hiburan seperti maen game. Ya
meskipun game itu apabila dikembangkan bisa juga untuk jadi ranah kreativitas
terutama membuat gamenya sendiri. Tapi kan anak-anak muda ini cenderung main
game. Nah ini yang merusak, anak muda menjadi malas, “ jelas Warli.
Pemanfaatan smartphone dalam
membantu kekaryaan membuat desain motif batik itu pun kata Warli terkait juga
dengan masa pandemi ini, “Karena apapun alasannya di masa pandemi ini orang
harus memiliki kreativitas
Contoh pembelajaran oleh mahasiswa FPSD UPI, Cece Permana
Karena pandemi itulah juga
para pesertanya dibatasi hanya 10 orang, tidak seperti tahun lalu karena
pemerintah sedang gencar-gencarnya membatasi kegiatan untuk mencegah penularan
Covid-19 dan berkaitan dengan aplikasi Warli ingin ke -10 orang ini belajar maksimal
sehingga bisa mengajarkan ke orang lain. Kalau terlalu banyak dikhawatirkan
tidak tepat sasaran dan repot.
Adapun kekaryaannya, diberi
kebebasan, karya tidak harus berbentuk realis tetapi lebih mengadopsi kepada
desain yang berupa bentuk stilasi atau penggayaan motif batik kontemporer dari
tema objek yang ada di sekitar Candi Cakuang. Alhasil, berkarya
menggunakan aplikasi grafis yang ada di smartphone ini, ada
keuntungan tersendiri bagi komunitas ini, di antaranya:
mereka seakan memiliki kebebasan berekspresi, juga dalam teknik pewarnaan desain
bisa dibuat lebih full color. Menurut Warli, hal
ini berbeda
dengan cara membatik memakai teknik canting, yang menggunakan
bahan lilin, serta bahan warna, baik warna alam maupun warna
sintetis.
“Karena kalau dengan alat
membatik kita harus bisa membatasi berapa warna yang akan dibuat, berbeda
dengan teknik digital melalui aplikasi grafis yang menggunakan smartphone, ini lebih bebas
dan tidak dibatasi dalam warna. Kami bebaskan di ranah awal ini dia
mencoret-coret bebas belajar membuat karya motif desain batik. Kami tidak melihat
sejauh mana hasilnya, tetapi kami lihat semangat mereka berkarya dan mereka mau
belajar. Itu stimulus yang kami terapkan sehingga lambat
laun peserta merasa familiar, dan tanpa disadari pelan-pelan akan bisa,”
tegas Warli.
Hasil karya mereka pun kata Warli,
nantinya akan difasilitasi di -print out- kan dalam bentuk media kain hasil
akhirnya pengganti bahan kertas. Dengan harapan biar mereka menyadari, bahwa
dari smartphone pun mereka bisa membuat desain motif batik.
Luring
& Daring
Dalam pelaksanaan pengabdian
ini, berhubung masih pandemi, lebih banyak “tatap maya”. Sejauh ini
sudah ada beberapa kali pertemuan meskipun di awal masih merasa kesulitan tapi
saya lihat di beberapa minggu ini mereka sudah menunjukkan ada kemauan dan ada
hasil bisa dilihat di contoh karya yang mereka buat,” terang Warli.
Sempat juga dua kali Warli
melakukan luring (tatap muka per 21/8/2021) dalam kaitan studi
kasus. ini dilakukan
untuk mengetahui
sejauh mana komunitas PKM Motif Batik di Kampung Babakan
Sarjambe ini memahami seluk-beluk smartphone/hape pintar atau android ini? Terutama, apakah mereka sudah
familiar mengenal aneka aplikasi desain grafis yang akan diterapkan?
Kelihatannya kata
Warli, kemarin saat awal-awal mereka masih belum memahaminya, sehingga ia sengaja dalam
diskusi luring maupun daring mengikutsertakan putrinya Oktafiany Parasya Puspa,
Siswa kelas 5 SD,
Diketahui karya gambar digitalnya pernah diikutkan-sertakan pada pameran “Asean Digital Art Society (ASEDAS) 2021”, termasuk kakak perempuannya Elfira Ayu Puspaningrum yang sering menjuarai lomba desain poster tingkat lokal dan nasional, menggunakan hape. Keduanya bertugas memberi masukan tentang pembuatan gambar/desain dengan menggunakan aplikasi ibis paint dan sketchbook itu yang biasa mereka gunakan.
Tidak Takut Salah
…
Dalam PKM ini pun Warli
dibantu oleh 10 orang mahasiswa dengan harapan para mahasiswa juga punya
kontribusi buat masyarakat, terutama untuk mendampingi para peserta agar berani
tidak takut salah dan tidak minder dalam membuat gambar,
“Nah, dengan adanya
mahasiswa kami diantaranya Cece Permana, Sintiya Widi, Silmi Munawaroh, Maulana
Gandhi, dan kawan-kawan itu, harapan kami masyarakat yang ada di Kampung
Babakan Sarjambe itu menjadi lebih dekat dan berani ngobrol secara langsung. Karena secara
emosional mereka sama-sama muda. Kalau berhadapan dengan saya sendiri yang
berstatus dosen mungkin mereka agak sungkan.Tetapi sejatinya selama ini
kegiatan mereka selalu kami pantau,” ujar
Warli.
Faktanya
lagi, Warli
hampir satu minggu sekali rutin mengadakan diskusi dengan aplikasi zoom untuk
memantau sejauh mana perkembangannya dan di akhir bulan karya terakhir mereka
dilihat, dan hasilnya dilaporkan ke kampus. Pada
pelaksanaan harian ada ketua kelompok yaitu Cici Cahyati, ia
dikenal sebagai
penggerak komunitas remaja Kampung Babakan Sarjambe.
Selain itu
Warli pun mendapat
dukungan dari Agus Sutisna, walau belum
terlaksana dengan baik karena kondisi pandemi. Agus Sutisna ini merupakan salah satu pengelola di Wisata Alam dan Budaya
Candi Cangkuang: “Dia mengharapkan
nanti program PKM dikembangkan dan diajarkan di Masyarakat Adat Kampung Pulo. Tujuannya, supaya masyarakat adat pun punya kegiatan
pembelajaran batik. Harapannya, mereka punya andil besar dalam pengembangan
wisata di Candi Cangkuang, tutup Warli sambal menanbahkan -”Pengabdian Kepada Masyarakat dari
Dosen Departemen Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Bandung tahun kedua ini, bisa
berlanjut sampai 5 tahun ke depan yaitu 2020-2024.” (Harri Safiari/Asep GP)
Tidak ada komentar