Mayjen TNI Purn Syamsu Djalal Hadir di Alam Santosa, Eka Santosa: Pejuang & Pendiri Partai Berkarya, Bersilaturahmilah …
Ditengah masih berlangsung kemelut
di Partai Berkarya, ini merujuk pada Putusan Banding PT TUN tanggal 1 September
2021 yang memenangkan kepengurusan Partai Berkarya periode 2017 – 2022 (Ketua Umum Tommy
Soeharto), hasil Rapimnas 2018 atas SK Kemenkumham perihal kepengurusan PB
periode 2020 – 2025 (Ketua Umum Muchdi Pr) hasil Munaslub 2020 yang disebut
sebagai keputusan sementara, atau belum berstatus putusan hukum tetap (inkrah).
Tiba-tiba muncul kabar ‘cerah nan ceria’ dari sebuah peristiwa kecil yang
diharapkan berdampak besar secara positif. Peritiwa itu tak lain bertemunya dua
tokoh Mayjen TNI Purn Syamsu Djalal (78) dengan Eka Santosa (62) ‘mantan’ Ketua DPW Partai
Berkarya Jawa Barat, pada Kamis sore (18/11/2021) di kediamannya di Pasir Impun, Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Inilah cuplikan kisahnya, seperti dituturkan sang tuan rumah Eka Santosa:
Algivon -- Bagaimanakah Anda menerma tamu istimewa
ini?
Pak Syamsu Djalal itu kemarin
(18/11/2021) pukul 3 sore, setelah sebelumnya beliau konfirmasi mau hadir
bersilaturahim ke tempat saya. Lazimnya, saya sebagai kader Partai Berkarya,
terlebih dalam pemahaman tata-krama dan dalam konteks budaya, siapapun tamu
yang datang wajib saya hormati. Ini layaknya , falsafah orang Sunda ‘someah
hade ka semah’. Sekalipun, mungkin tamu itu pernah berseleisih paham dengan
kita. Prinsipnya, tamu itu wajib kita hormati. Beliau datang, disertai oleh rekannya
yang mengatasnamakan sebagai Mahkamah Partai Beringin Karya.
Dalam pertemuan ini pun beliau menyampaikan, sesuatu hal yang
ingin disampaikan kepada pemerintah. Ini berkaitan dengan legalitas gugatan beliau
terhadap Pak Muchdi Pr. Terus terang dalam hal ini, saya tidak ada urusan dan
hubungannya dengan posisi saya sebagai kader Partai Berkarya.
Namun demikian saya menghormati semangat juang beliau. Sosok
Pak Syamsul Djalal sebagai orang tua, beliau kan sudah malang- melintang di dunia
militer. Kalau tak salah, pernah menjabat sebagai Dan Puspom ABRI dan Jaksa
Agung Muda Intelejen di Kejagung RI. Dipastikan sudah cukup banyak pengalaman
hidupnya. Intinya, beliau ini bermaksud,
bahwa perselisihan di Partai Berkarya ini segera selesai. Saya pun demikian,
patut kita berbelas kasihan kepada kader-kader yang sudah berjuang. Termasuk,
bagi mereka yang kini hasil dari Pileg
2019, berada di posisi pemerintahan, juga beberapa puluh menjadi anggota DPRD?
Menurut saya, persoalannya bukan sekedar di legalitas itu. Ke
depan keberadaan partai ini, terutama bila ada yang meraih, atau ada yang
mendapatkan sebuah legalitas, persoalan lanjutannya mau bagaimana?
Selanjutnya, siapa yang akan mengurus kembali partai ini? Bukankah
ini akan berkonsekuensi pada cost politics yang cukup besar? Idealnya, kita
jangan mengulang suatu kebodohan lagi? Bukankah
kita sudah mendapatkan kesempatan lolos
(verifikasi) dengan hasil swadaya masyarakat. Semua itu hasil gotong-royong ,
tapi finishing di final kedodoran? Ini karena, memang, misalnya uang saksi tidak ada,
mobilisasi dalam rangka kampanye pun kurang, dan tidak serius. Juga, terjadi
mis komunikasi dengang para ‘pendatang’. Mereka ini pendatang baru di partai,
dan sebagaimana layaknya, Itu seharusnya menjadi catatan tersendiri.
Dalam pertemuan ini pun saya lontarkan pertanyaan ke Pak
Syamsul, andaikan legalitas ini didapat oleh Pak Syamsul sendiri? Siapakah yang
mu bertanggung-jawab dalm hal cost politics, serta lainnya?
Menariknya, beliau tidak memberikan jawaban yang pasti.
Maka, berakhirlah ceritanya sampai di situ.
Katanya ada secercah kemajuan ?
Nah, lepas dari itu saya pum mendengar ada sebuah kemajuan.
Dalam hal ini saya hormati. Misalnya, yang dilakukan para pendiri seperti Ibu
Neneng A Tuty. Ia melakukan komunikasi, termasuk mungkin dengan pihak yang bersebrangan.
Pun, apa yang dilakukan oleh Ibu Titiek Soehart , kemarin ada Rakornas .Pada
dasarnya ini hal-hal yang positif saja - demi menggairahkam partai.
Namun demikian ada yang ingin saya sampaikan secara khusus.
Ini dalam kapasitas saya selaku bukan sebagai Ketua DPW Partai Berkarya Jabar,
tetapi selaku yang ikut mendirikan partai ini. Tanpa usaha menonjolkan diri, saya ini Ikut
cape, ikut babak belur, hingga menghantarkan ke Pileg 2019 dengan swadaya
sendiri. Tentulah, banyak sekali orang yang terlibat seperti saya ini. Saatnya kita, untuk
menginsafi dan introspeksi diri.
Ingatlah, terutama untuk para pendiri partai haruslah
mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.Tokh, tujuan partai dibentuk, semata demi
berpartisipasi membangun bangsa dan negara.
Artinya, mau dilanjutkan atau mau sampai di sini saja?. Saya
kira pernyataan ini penting, daripada kita
bermanuver denqgan gugatan yang bikin kita cape, juga ada pendekatan-pendekatan yang tak jelas? Ada
Rapim, ada Rakor, ironinya legalitas itu tak kita miliki ?!
Oleh karenanya, mendingan
kita bersilaturahmi duduk satu meja, curhat dari hati ke hati. Toh Partai Berarya
ini dibangun untuk ikut berpartisipasi,
di antaranya mengusung pemikiran Trilogi Pembangunan .
Nah saat ini, masih sangat relevan mengejawantahkan sebuah domtrin .Doktrin politik yang disebut Trilogi Pembangunqn yang sejatinya dicetuskqn
oleh Jenderal Soeharto . Disini, saya
kira Pak Harto itu bukan hanya milik keluarganya saja, tetapi milik bangsa. Jadi, ada anak biologis
dan anak ideologis. Semua itu saya yakin, kini berhimpun di Partai Bekarya.
Dalam kesempatan ini, Kembali saya menghimbau, marilah
kita bersilaturahmi dengam mengedepankan sikap kebersamaan. Lalu, kita lupakan
apa yang memang kemarin terjadi, yakni aneka ketidakpuasan sehingga
mengedepankan ego masing-masing, sambal lupa pada tugs utama bedirinya sebuah
partai.
Terlebih pula, saat ini saya kira bangsa dan negara kita sedang
mengalami aneka krisis, bahkan di belahan dunia lain masih terjadi. Menurut saya, konsep
Trilogi Pembangunan itu masih relevan
untuk dikedepankan dengan berbagai penyesuaian.
Contohnya, dalam konteks peningatan ketahanan pangan, atau pemanfatan
lahan yang tidak produktif. Terpenting masyarakat kita bisa hidup sejahtera, itulah sebagian
tujuan berdirinya sebuah partai.
Sekali lagi, marilah kita sama-sama membuka diri, berdialog,
dan rembugkan dalam bentuk silaturahmi nasional.
Teknisnya, silaturahmi nasional itu bagaimana?
Bisa saja para pendiri , kalau saya sih melihatnya para pejuang
dan pendiri partai perlu melakukan sesuatu. Dalam praktiknya nanti, tidak
menyebut Beringin Karya, atau Partai Berkarya. Tokh basisnya, tetaplah
sama-sama Berkarya. Ttapi inga,t mereka yang
telah berjuang, terutama para pendiri partai, yaitu yang secara notariat berperan sebagai
penggagas, membentuk idea partai , termasuk mereka yang melakukan perjuangan
khusus meloloskan partaimelalui verifikasi.
Siapa itu para pendompleg?
Ingat pula, para pendompleng itu harus kita abaikqn! Merekaitu
bikin repot saja, pendompleng itu oranfg pendatang baru yang tidak tahu-menahu
tentang partai ini, termasuk jerih payahnya, bahwa partai ini dibangun dengan
banyak pengorbanagan – sekalilagi merek itu kita abaikan saja !
Mau tahu siapa para pendompleng itu, tak lain orang-orang
baru yang tak mengerti – bagaimana partai ini didirikan. Hebatnya, mereka ini
petantang-petenteng, sok mengatur dan memecat orang. Makin menyedihkan lagi,
mereka ini berjingkrak-jingkrak di panggung penderitaan kader-kader yang selama
ini berdedikasi tinggi. Makanya, kita abaikan saja! Saya tidak melihat orang-perorang, pengamatan
saya banyaklah orang-orang seperti ini. Sekarang ini malah mereka terus-menrus
melakukan manuver yang tak jelas!
Karena itu, bisa saja malah terjadi rekonsiliasi.!
Lalu, bagaimana bila para pendompleng itu justru Kembali datang,
Anda mau bagaimana?
Ya, bisa saja kita berikan ruang. Ini terjadi karena kondisinya
sudah sedemikian parah, menjadi sempalan-sempaln. Makanya, saya lebih setuju
kembali ke para pejuang dan pendiri
partai tadi. Kan, kita tahu para pendiri dan pejuang partai itu banyak. Contoh nyatanya, mereka itu ada di unsur DPP,
DPW, DPD, bahkqn DPC.
Mereka ini para kader, dari bawah juga tidak apa-apa, kan
tidak ada yang salah? Tapi, tentu saja ada
simboll-simbol tertentu. Misalnya, Pak
Muchdi PR, Pak Tommy Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina pada saat itu,
kalaupun mau beliau hadir, itu bagus. Ada Ibu Neneng A Tuty, ada Pak Harry
Yusuf ada Pak Badaruddin Andi Picunang, ya semua itu tidak dapat kita ingkari,
kemudian ada solusi.
Selanjutnya, kita mau menggunakqn BPKB yang mana? Selama itu berbasis Berkarya, tinggal dibicarakqn di Munas, nanti kita
tindaklanjuti, kan selesai?. Kasihan itu
, ada juga kader yg sudah jadi walikota, mungkin lebih dari 150 orang kan (legislatif)?
Mereka menanti kepastian, daripada selama ini ita terus-terusa saling menggugat,
sambal membuang enerji percuma.
Apa sih tujuannya , dan apa yg ingin dicapai dengan melakukan
gugatan- gugatan itu ? Kandi politik itu
ada konflik. Namun konsensus juga ada
.Kenapa tidakada semangat itu yang dikedepankan ? Ya itulah namanya jiwa dan
semangat kenegarawanan.
Fungsi partai itu di
antaranya untuk pemdidikan politik, mencetak kader bangsa, dan menelurkan para
pemimpin. Masa kita akan memproduksi para pemimpn bangsa, tetapi jalannya
seperti ini?
Terkait sikap program Pak Harto, ya silahkan nanti kita bahas
. Tokh Pak Hatto itu bukan hanya milik (maaf) keluarganya saja, atau putra-putrinya.
Kita tahu Pak Harto itu milik bamgsa! Kan tidak ada yang salah, soal genetika
atau politik dinasti itu harus kita evaluasi. Kan kita lihat bukti-bukti lain,
tidak berarti partai pemenang yang dipimpin oleh satu genetika tertentu, lalu
yang jadi presidennya itu harus dari genetika itu?
Contohh di PDIP, toh
Jokowi bukan genetika Bung Karno . inikan kedewasaan Namanya. Yya ini pun kita
bisa lakukan. Yang penting para pendiri partai, istilah saya pendiri pejuang partai atau
pejuang pendiri partai. Mereka itu yang menggagas, bisa juga mereka yang
betjuang meloloskan Partai Berkarya, menjadi sebuah partai, dan ikut menjadi
peserta Pemilu. Makanya, para pendompleng itu abaikan saja - ngapaian sih bikin
ricuh dan gaduh saja. Mereka itu hanya bertindak bagaikan penyamun, dan datang berjingkrak-jingkrak
di atas penderitaan orang, tentu merek itu tidak juga menghormati jerih payah orang.
Itulah yang di antaranya saya bahas bersama senior kita, Pak Syamsu
Djalal. (Harri Safiari)
Tidak ada komentar