M Farhan Isi Masa Reses, Gelar Pendidikan Politik, Bahas RUU TPKS, Presidential Threshold, dan Oligarki
M Farhn, Anggota DPR RI dari Partai NasDem Dapil 1 Jawa Barat (Kota Bandung-Kota Cimahi) - Seiring meningkatnya kedewasaan dan kesadaran berpolitik masyarakat, ini bisa bermakna bahwa tingkat partisipasi publik dalam setiap prosses dan konteks demokrasi, akan semakin tinggi serta bermutu. Makna lainnya, kegiatan politik ini sistemnya tidak dikuasai oleh oligarki ...
Algivon -- Anggota
DPR RI dari Partai NasDem Dapil 1 Jawa Barat (Kota Bandung-Kota Cimahi) Muhammad
Farhan menyinggung RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), Presidential
Threshold dan Oligarki saat kegiatan Kaderisasi dan Pendidikan Politik Partai
NasDem Jawa Barat, Kamis, (30/12/2021), di Bandung.
Lebih jauh M
Farhan usai kegiatan Kaderisasi dan Pendidikan Politik Partai NasDem Jawa Barat
mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari tugasnya dalam masa reses untuk
melakukan pendidikan politik untuk kader-kader Partai NasDem.
"Dalam
kegiatan ini memberikan dasar-dasar pengetahuan politik di Indonesia tentang
peran dan fungsi partai politik di Indonesia, juga bagaimana anggota partai
politik bisa berkontribusi, dan berperan dalam kemajuan di Indonesia,"
kata M Farhan.
"Pada
masa sidang kedua ini apa yang kita perjuangkan masih tentang draft RUU TPKS
agar segera disahkan oleh sidang Paripurna DPR RI sebagai inisiatif DPR RI
karena RUU TPKS ini masih tertahan, dan belum disahkan sebagai inisiatif DPR RI.
Padahal kita semua tahu kita sangat membutuhkan Undang-Undang tentang TPKS ini dalam
rangka melengkapi berbagai macam hukum yang sudah ada, baik itu KUHP,
undang-undang KDRT, dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual," tegas M Farhan.
Dewasa Berpolitik …
Selanjutnya
M Farhan mengatakan, perubahan yang dibutuhkan saat ini adalah kedewasaan
berpolitik masyarakat, "Karena dengan meningkatnya kedewasaan dan
kesadaran berpolitik masyarakat artinya partisipasi publik dalam setiap proses
politik di dalam kerangka demokrasi itu semakin lama semakin tinggi, supaya
politik ini dan sistemnya tidak dikuasai oleh oligarki-oligarki yang menjadi
bagian elit yang menguasai dan mempengaruhi negara ini," ujarnya.
"Oligarki
sangat berkuasa, karena oligarki merupakan bagian dari elite global, dan ini
merupakan hal yang wajar dan tanda kutip merupakan suatu pergulatan kelompok
oligarki dan kelompok demokratis, tentu harus ada titik temunya, karena
kedua-duanya ada, dan kekuatannya tidak kecil," ungkap M Farhan.
"Salah
satunya yang sedang diungkit adalah Presidential Threshold, mau tidak mau
Presidential Threshold bagaimanapun harus menjadi titik temu di antara
kelompok-kelompok berkekuatan besar, dan
elit dengan kelompok egaliter," lanjut M Farhan.
"Tentunya
kita tidak bisa memenuhi keinginan nol persen, itu sebabnya Partai NasDem
pernah mengusulkan agar Presidential Threshold diturunkan menjadi lima belas
persen, tetapi kompensasinya Parliamentary Treshold dinaikkan menjadi tujuh
setengah persen, sampai sekarang usul tersebut masih ada dan belum ditolak tapi
belum bisa dilaksanakan, sehingga sampai sekarang Presidential Threshold masih
dua puluh persen dan Parliamentary Treshold masih empat persen," ungkap Muhammad
Farhan.
"Saya
khawatir apabila Presidential Threshold nol persen, kalau nol persen maka
konsekuensi yang sangat berat adalah parlemen harus bubar, karena nanti
siapapun yang menjadi Presiden bertanggung jawabnya kepada siapa?, apakah
kepada MPR?, padahal MPR terdiri dari partai, jadi untuk apa ada partai? maka
Presidential Threshold minimal lima belas persen, maka koalisinya tidak perlu
gemuk, sehingga jumlah pilihan calon bisa lebih dari dua, karena kita ingin
pilihan calon lebih dari dua," kata M Farhan.
"Karena
calon hanya dua seperti di Amerika, memang pernah di Amerika ada tiga calon
independen, tetapi menunjukkan demokrasi yang dikuasai oleh oligarki, sedangkan
demokrasi sosialis murni contohnya Perancis yang tetap menggunakan Presidential
Threshold, walau berbagi dengan Perdana Menteri lain lagi ceritanya, karena
memang sistemnya berbeda dengan kita," terang M Farhan.
"Kita
memang akan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi khususnya yang melibatkan
banyak orang, jadi keterlibatan yang tinggi artinya egalitarianisme kita ke
depankan, namun kita harus mempertimbangkan. Ini namanya semangat restorasi,
yaitu menempatkan semuanya pada tempatnya, atau to Restore, bahwa kalau memang
menuntut Presidential Threshold nol persen maka parlemen dan partai bubar, atau
dirubah siatemnya, tidak Presidential tetapi Parliamentary, jadi Presiden tidak
bertanggung jawab kepada siapapun dan hanya menjadi kepala negara dan simbol,
Perdana Menteri yang bekerja, dan Perdana Menteri bertanggung tetap jawab kepada
parlemen," ungkap Muhammad Farhan.
"Wacana
ini tidak boleh dimatikan, harus dibuka terus, ini menunjukkan bahwa kita ini
negara yang demokratis," tegas Muhammad Farhan.
Pemilu dan Pilkada 2024
Lainnya M Farhan
mengatakan, Indonesia akan menghadapi Pemilu dan Pilkada 2024, "Siapapun
calonnya sangat tergantung dari hasil Pemilu 2024, karena kita menyelenggarakan
Pemilu terlebih dahulu baru Pilkada, dan untuk menentukan calon di Pilkada
tergantung dari hasil Pemilu 2024," ujarnya.
"Kita
pernah meminta Presiden mengubah kembali tentang Pemilu dan Pilkada serentak,
tetapi saat itu semua partai termasuk
Presiden tidak mau dan tetap pada kesepakatan lama, karena pengalaman pada
Pemilu 2019 korbannya banyak, dan kita tidak terbayang di Pemilu 2024 teknisnya
seperti apa, karena dalam setahun kita akan menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada
2024 secara serentak, di semua Provinsi dan Kota serta Kabupaten," ungkap
M Farhan.
"Kalau
orangnya harus banyak, berarti KPU harus menambah anggaran, dan belum tentu KPU
bisa merekrut begitu banyak orang dalam waktu singkat, bahkan sampai sekarang
belum disepakati kapan Pemilu 2024? Kalau Pilkada sudah jelas November 2024
sesuai dengan amanat Undang-Undang. Kalau Pemilu 2024 jadwalnya bisa maju bisa
mundur karena dalam Undang-Undang disebutkan yang menentukan adalah KPU,"
kata M Farhan.
Di akhir
paparannya Muhammad Farhan mengatakan, pesan khusus dari Ketua Umum Partai
NasDem adalah pada dasarnya kegiatan ini adalah salah satu bentuk untuk menjaga
semangat restorasi kepada seluruh kader Partai NasDem.
"Karena
kita partai yang baru dua kali ikut Pemilu, dan usia juga baru sepuluh tahun,
maka kita ingin menunjukkan kita harus mampu membangun struktur kaderisasi
sampai ke level kelurahan, dan berikutnya sebelum 2024," kata M Farhan.
"Insha
Allah kita bisa menyentuh level RW dan RT, karena bagaimanapun juga partai
politik tidak boleh berhenti menjadi sebuah kelompok elit, harus masuk ke level
terdalam dan kelompok terkecil dari masyarakat,"tutup M Farhan. (Harri Safiari/RLS)
Tidak ada komentar