Ganjar Pranowo, Penerus Jokowi atau Petugas Oligarki – Yang Mana, Ayo?
Oleh : Setya Dharma Pelawi
Senator Jaringan Aktivis ProDem
Algivon – Hajatan besar bangsa Indonesia setiap
lima tahunan, Pemilu 2024 semakin dekat. Dampaknya dalam 2 tahun terakhir ini,
ingar bingar para pemburu kekuasaan kian terasa. Elit partai lincah memainkan
akrobat politik, para peminat kursi presiden, kian berlenggak-lenggok menebar
pesona, satu di antaranya Ganjar Pranowo.
Ganjar adalah kader PDI Perjuangan yang sudah 2 periode
menjadi Gubernur Jawa Tengah sejak 2014 lalu. Sudah dinyana, sejak lama para ‘Ganjaris’, berupaya untuk memoles sosoknya agar terkesan
paling layak menjadi pengganti Jokowi
sebagai Presiden RI. Langkah politik tersebut kerap memicu reaksi negatif dari
elit partainya sendiri. Ganjar dianggap kemlinthi (congkak – bhs Jawa), sebagai
rahasia umum - maunya Puan Maharani sebagai
‘puteri mahkota’ dari ‘trah Soekarno’
Polemik tersebut justru dikelola sedemikian rupa sehingga
popularitas Ganjar semakin naik. Para ‘Ganjaris’ nampaknya berharap dapat mengulang
kisah sukses keberhasilan Jokowi meruntuhkan hati Megawati, seperti terjadi
pada pemilu 2014 lalu -- Mungkinkah?
Popularitas Ganjar
sebagai capres terus melonjak ‘angkanya’, mungkin ini buah dari politik
pencitraan intensif yang mereka bangun selama ini. Kita tahu, praktik pencitraan biasanya dilakukan untuk mengimbangi kelemahan kepemimpinan,
utamanya dalam hal menyelesaikan masalah pokok. Artinya, kinerja kepemimpinan yang
buruk, bisa dipoles dengan beragam gimik via teknik pencitraan yang serba
memukau-silau, namun tak sepenuhnya benar dan bermakna.
Seorang pemimpin yang kinerjanya memuaskan rakyat, lazimnya tidak
membutuhkan polesan pencitraan yang berlebihan. Justru, esensi keberpihakan
terhadap kepentingan publik, akan muncul dengan sendirinya apabila sikap dan
tindakannya, ketika menghadapi masalah masalah yang menyangkut kepentingan
rakyat banyak – keberadaannya sangat dirasakan oleh rakyat!
Kasus Desa Wadas
Bila kita melihat kinerja Ganjar Pranowo selama menjadi
Gubernur Jawa Tengah, tampaknya belum ada prestasi yang membanggakan alias
membahagiakan masyarakat Jawa Tengah? Bisa kita lihat dari data survey, tingkat
kemiskinan masih tinggi, belum ada perubahan nyata, sejak awal dilantik menjadi
Gubernur Jawa Tengah.
Fakta lain, kepedulian dan keberpihakan terhadap rakyat
kecil dan lingkungan hidup sangatlah lemah.
Kasus di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada awal tahun
2022 adalah bukti lemahnya Ganjar Pranowo. Ia tidak mampu menyelesaikan
persoalan perjuangan warganya – penghentian proyek tambang batu andesit untuk
pembangunan Bendungan Bener. Yang terjadi pada bulan Februari 2022, sejumlah
warga Desa Wadas yang menentang proyek ini, ditangkap dan diintimidasi oleh
aparat.
Ironinya, Yayak Yatmaka selaku seniman dan aktivis pendamping
warga Wadas yang dulunya pernah menjadi tim untuk pemenangan Ganjar Pranowo untuk
menjadi Gubernur Jawa Tengah, kini malah sepertinya kedua belah pihak yangmasuk
dalam konflik agraria, malah bersebrangan. Terbukti sempat beredar sebuah
narasi ‘di posisi ini dia (Ganjar Pranowo –red) menandatangani sesuatu
(keluarnya IPL Wadas sebagai kawasan tambang), inilah yang membuat wilayah ini
menjadi perkara. Ini tindakan sewenang-wenang penguasa kepada rakyatnya, dan
aku (Yayak Yatmaka – red) ada untuk bantu advokasi warga di sini.’
Sejatinya, masih banyak lagi persoalan lain yang terjadi di
Jawa Tengah pada kurun kepemimpinan Ganjar Pranowo. Salah satunya dugaan kuat
kasus korupsi akhir-akhir ini, telah terungkap hampir Rp. 500 milyar, dana
masyarakat di Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, ini diduga dikorupsi. Inilah
lemahnya seorang pemimpin yang dipilih karena faktor pencitraan. Makanya, demi menjalankan
visi dan misi seperti yang dijanjikan selama kampanye, yang ternyata tidak terwujud,
maka masyarakatlah yang ditumbalkan menjadi korban kebijakan!
Oligarki itu Penerus …
Kita tahu akhir-akhir ini, di negara kita fenomena oligarki telah menguasai Indonesia, dipastikan mereka dalam menghadapi pergantian kepemimpinan, tidak akan sudi melepaskan kekuasaan kepada pihak lain, mereka akan tetap mencari pemimpin yang bisa mereka kendalikan. Nah, munculnya Ganjar Pranowo, dipastikan tidak lepas dari para oligarki kekuasaan yang mereka poles sebagai penerus Jokowi.
Hipotesanya, bila oligarki sudah menguasai kekuasaan di
Indonesia, maka pemimpin yang dipilih mereka adalah pemimpin yang bisa mereka
perintah untuk menjalankan agenda terselubungnya. Kuncinya, melalui praktik pencitraanlah
mereka bisa memenangkan capres dan wapres pilihan mereka. Karenanya, kini
saatnya kita merapatkan barisan untuk melawan
oligarki kekuasaan. Bangkitlah bersama rakyat, memilih pemimpin yang memiliki
kinerja dan visi yang kuat dan bertanggung-jawab. Jaukanlah dari politik
pencitraan yang menjijikan itu. Bukanah, kini rakyat sudah cerdas bisa
membedakan sendiri mana emas mana Loyang? Siapapun itu, setidaknya kita tak
memilih sang petugas oligarki itu ya?! (SDP)
Tidak ada komentar