Buruan SAE ke Level Dunia, Kawargian Abah Alam dan Abah Landoeng: Ngamumule Local Wisdom eh…Kearifan Lokal
Seremoni pada penutupan di halaman Kantor DKPP Kota Bandung (4/8/2022) - Buruan SAE, in order to reduce the significant dependency of food imports from outside. Manawi ieu tujuan mulya naha bakal iraha tiasa ngawujud di Kota Bandung ? Hayu atuh urang rojong, Bro and Sis ...! (Foto:HS)
Algivon – Salah satu
event internasional di Kota Bandung usai kita didera pandemi Covid-19 selama kurang lebih 2 tahun
lamanya, pada 3 – 4 Agustus 2022 digelar konperensi internasional bertema ‘Meningkatkan Ketahanan Pangan Kota Bandung
dan Menciptakan Future Work melalui Urban Farming yang Berbasis Budaya dan
Teknologi’, tercatat penyelenggara utamanya adalah Pemkot Bandung melalui Dinas Ketahanan Pangan & Pertanian (DKPP).
Faktanya, gelaran berlevel internasional ini memperoleh
dukungan Uni Eropa, Sekretariat Milan Urban Food Policy Pact (MUFPP), termasuk
dukungan darui KTT Walikota U20, dan dukungan dalam kaitan KTT G20 di Bali yang akan
berlangsung pada November 2022. Aneka dukungan menyangkut ‘Kebijakan Pangan’
ini di antaranya terwujud dalam program internasional bernama Urban & Regional Cooperation (IURC).
Buruan SAE 'ngapung' ke ranah internasional. Tugas ke depan kita, meneruskan dan mengembangkan lebih lanjut, bisakah? (Foto:HS)
Diketahui, Kota Bandung melalui DKPP terbilang serius
menangani persoalan pangan sebagai kebutuhan primer manusia. Faktanya, ada
sekitar2,5 juta penduduk Kota Bandung dipasok kebutuhan pangannya dari luar
kota. Kini Kota Bandung sudah terkoneksi dengan berbagai lembaga yang peduli
tata kelola pangan. Sejatinya, sejak 6 Agustus 2020 Walikota Bandung telah
meneken ‘Milan Pact’ atau lengkapnya Milan Urban Food Policy Pact (MUFPP).
Galibnya, ‘Milan Pact’
ini merupakan kesepakatan internasional antar kota yang berkomitmen untuk
mengembangkan sistem pangan perkotaan yang berkelanjutan, inklusuf, tangguh,
aman, dan ramah iklim, yang menyediakan makanan sehat dan terjangkau untuk
semua. Dalam 5 tahun MUFPP berkiprah
telah terhimpun 215 kota yang meneken ‘Milan
Pact’. Istimewanya Kota Bandung via Buruan SAE yang dilola DKPP, yang di
antaranya didukung oleh Food &
Agricultural Organization (FAO), masih dalam kaitan penyelenggaraan G-20 di
Bali terkoneksi dengan Sherpa U-20 di mana
Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta
berperan sebagai co-chair nya.
Mari Ngamumule itu …
"Ini bisa menjadi praktik baik yang diakui, dan kita
ingin memperlihatkan itu. Alhamdulillah, menurut saya ini tidak salah,"
ujar Gin Gin Ginanjar Kepala Dinas
Ketahanan Pangan & Pertanian Kota Bandung yang diucapkan di kantornya (4/8/2022) di Jalan Arjuna No.
45 Bandung. Lebih lanjut masih bertepatan dengan penutupan gelaran di hari
kedua konperensi berlevel internasional yang di antaranya sempat ‘ngapungkeun’ program unggulan Kota
Bandung ‘Buruan SAE’ (Pekarangan Sehat, Alami, Ekonomis), Gin Gin berharap, program ini menjadi
cetak biru untuk kota-kota lain dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan.
Lebih lanjut, Gin Gin memaparkan, ada 4 hal positif tentang Buruan SAE. Pertama, tak perlu lahan luas untuk
menjalankan program ini. Sebagai contoh, Buruan Sae di Kelurahan Pajajaran
terletak di atas lahan Sungai Citepus. Lahan ini disulap menjadi kebun yang menghasilkan
aneka produk pangan. Hal sama pun terjadi di Kelurahan Sarijadi. Kelompok tani
di sana menyulap tempat pembuangan menjadi lahan produktif dengan aneka produk
pangan dan juga kerajinan tangan. Kedua,
Gin Gin menyebut Buruan SAE mengintegrasikan berbagai komoditas pangan. Jadi,
program ini tak hanya menghadirkan sayuran saja sebagai hasil panennya,
melainkan juga ikan dan hewan ternak. Ketiga,
ia pun menyebut integrasi dengan program Kang Pisman sebagai keunggulan Buruan
SAE. Keempat, keberadaan Buruan SAE,
mampu mengintegrasikan berbagai elemen masyarakat di Kota Bandung. Contoh nyata
itu “saat ini sudah ada 335 titik Buruan SAE di Kota Bandung,” ujar Gin Gin
saat digelar konperensi pers pada Kamis, 4 Agustus di Kantor DKPP Kota Bandung sambil
menambahkan –“Ini basisnya tak lain bagi kami masyarakat Sunda, sebagai bagian
dari ‘ngamumule’ (memelihara warisan budaya dan kearifan lokal,)
Masih kata Gin Gin yang disebutnya program Buruan SAE tak lain
sebagai ‘social movement’, baginya yang cukup memahami budaya masyarakat Sunda,
bersepakat disebutnya sebagai ‘ngamumule’ itu, yakni memelihara dan mengembangkan warisan budaya Sunda. “Makanya dari 355 titik Buruan SAE di Kota Bandung, para
tokoh dan inohong setempat banyak yang terlibat di dalamnya. Ini hal yang baik
dan patut kita kembangkan bersama dari segala usia dan kelompok masyarakat,”
tandasnya kepada redaksi secara terpisah.
Kawargian Abah Alam & Abah Landoeng
Pengamatan redaksi di balik sukses mengapungkan program
Buruan SAE ke level buana, sejatinya ada dua entitas yang terkadang disebut
sebagai ‘behind the scene’ dari iruk-pikuk gelaran konperensi internasional di
Kota Bandung kali ini. Adalah Kawargian Abah Alam yang secara konsisten
mendukung ‘social movement’ yang tak lain dikatakan sebagai ‘ngamumule’ warisan
budaya Sunda, di antaranya:
“Masalah ketahanan pangan ini hal pertama seperti kata tokoh
dunia Maslow, sangatlah penting. Nah Bandung, masuk 1 dari 13 steering committee,
yang melingkupi dari 370 kota di dunia. Sebagai tuan rumah, jadilah tuan rumah
yang baik, terbukti hari ini kita telah sukses, bersyukurlah. Kawargian Abah
Alam insya Alloh, konsisten dengan cara tersendiri mendukung ke arah warga
Bandung yang menuju - Mandiri Dibidang
Pangan,” ujar Hikmawati Konsultan Kawargian Abah Alam yang ditemui redaksi di
halaman kantor DKPP Kota Bandung pada penutupan konperensi pangan bertaraf
internasional itu.
Masih di hari yang sama, tokoh Jawa Barat Abah Landoeng (96), salah satu relawan di antaranya pengumpul kendaraan tamu negara
RI saat Konperensi Asia Afrika (KAA) 1955
di Bandung, yang estu secara pribadi
kerap hadir dan mendorong beberapa program, yang meningkatkan kesejahteraan lahir
– bathin warga Jawa Barat, terkait program Buruan SAE kepada redaksi
mengatakan:
“Gagasannya sederhana, sangat perlu sampai kapan pun warga
Bandung khususnya, dan kita semua di Indonesia menerapkannya. Soal pangan itu,
seperti sepele, namun amatlah penting. Penyadaran, di budaya Sunda kita seperti
ngamumule, atau harus selalu motekar, bagaimana menghidupi diri
sendiri, keluarga dan warga sekitar. Pemberdayaan lahan sempit untuk bercocok
tanam di perkotaan perlu diguar lagi.
Nenek moyang kita, niscaya sudah punya jalan keluarnya. Kita perlu ngaguar cara-cara itu,” pungkas Abah
Landoeng yang pada usi 75 tahun tepatnya sekitar tahun 2001 selama 7 bulan
cukup naik sepeda dari Tanah Air, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Mekah
dan Madinah, Arab Saudi. (Harri Safiari & Tim)
Tidak ada komentar