Ketua DPRD Jabar H. Taufik Hidayat Mengundang Tokoh Masyarakat ke Kediamannya, Ada Apa?
Algivon -- Boleh
dikata ini sebuah kekecualian, gerangannya ketua DPRD Provinsi Jawa Barat
Brigjen TNI (Purn) H. Taufik Hidayat
S.H., MH., yang juga sebagai Ketua DPD Gerindra Jawa Barat disela kesibukannya yang kerap ia sempatkan turun ke bawah secara diam-diam, pada Kamis malam, 22 September 2022 dirinya mengundang khusus para tokoh masyarakat Jabar dari berbagai latar belakang
kepakarannya ke kediamannya di Jl. L.L.R.E Martadinata Kota Bandung:
“Sengaja saya undang, para tokoh, dan sesepuh kota bandung maupun jawa barat. Nama-nama ini sudah lama saya kenal, kali ini bertatap muka di kediaman saya. Kami diskusikan kondisi terkini kota bandung sebagai i
bukota provinsi Jabar. Bahasannya tentang kualitas infrastruktur, aneka permasalahan sosial – ekonomi, kepemimpinan, dan upaya peningkatan kesejahteraan. Tentu, disertai macam-macam solusi. Prioritasnya, muncul solusi praktis di permukaan, tentu yang mendesak dibutuhkan warga,"papar Kang H. Taufik Hidayat biasa ia disapa.
Melanjut paparannya, Kang H. Taufik Hidayat di hadapan para
pegiat media malam itu menyatakan rasa gembira,”masukan dari para pakar dan
aktivis senior banyak menginspirasi saya dan tim, sekaligus menindaklanjuti
saran-sarannya di lapangan,”ujarnya yang dalam dua minggu terakhir kerap turun
ke jalanan di Kota Bandung. Konon ia bersama KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan), dan
komunitas Moonraker Sukagalih Kota Bandung, serta berbagai komunitas lainnya, turun ke jalan membersihan aksi vandalism (corat-coret), yang muncul menahun menutupi keindahan Kota Bandung yang dulu disebut salah satu kota paling resik di Indonesia.
Tampak hadir para tokoh Jabar untuk bertukar pikiran di kediaman Kang H
Taufik Hidayat, di antaranya Memet
Hamdan, SH. Msi, Presidium Forum
Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B), Supardiyono Sobirin Koordinator Dewan
Pakar DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan & Lingkungan Tatar Sunda), Bambang
Wisono Konsultan Pembangunan Daerah, Henda Surwenda Atmaja yang dikenal
sebagai salah satu aktivis Senior Civil
Society Bandung, serta Samsi Salmon Ketua
Cabang Bandung LPKNI (Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia), dan para undangan lainnya.
Kota adalah Kita
Jalannya pertemuan yang menurut para peserta di antaranya dari
pihak tuan rumah antara lain Bebeng D Suryana SH, “silaturahmi ini isinya daging
semua. Semua, mengerucut ke bagaimana seorang pemimpin kota mengatur aparat di
bawahnya, dan semua warga terangsang timbul
partisipasi murni, bukan sebaliknya atau auto pilot seperti saat ini agak cocok untuk
ibukota Jawa Barat ini,’ ujar Bebeng yang sehari-hari sibuk mengikuti dan mendampingi kegiatan
formal maupun informal Ketua DPRD Jabar di belakang layar.
Uraian singkat pertama muncul dari tokoh Jabar Memet Hamdan
yang menurutnya tinggal di Kota Bandung sejak 1949. Dalam ingatannya ia
mencontohkan, ketika jaman Wali Kota Ateng Wahyudi (1983 – 1993) luas kota Bandung
sekitar 8.000 ha dengan populasi 1,25 juta jiwa. Sementara ini luas Kota
Bandung sekitar 16 ribu ha dengan jumlah populasi 3,5 juta jiwa (siang hari), sedangkan kondisi jalan relatif mandek kurang lebih 1.200 ha saja.
“Banyak jalan yang tak nyambung. Itu jadi persoalan, karena
over populated,” ujarnya sambil menambahkan –“Untuk urusan fasilitas kota, pada
siang hari ada sekitar 3,5 juta jiwa, yang 1 juta itu adalah commuter. Para
commuter atau pelaju ini, rata-rata memakai kendaraan pribadi roda 4
dan roda 2, sangat sedikit yang menggunakan transportasi massal, terlebih fasilitasnya tak memadai. Imbasnya, kemacetan setiap hari ada dimana-mana.”
Kesimpulan sederhana versi Memet Hamdan:”Ratio penduduk dan
luas kota bandung sudah tak seimbang. Ekstrimnya, bandung era 1970-an tak
pernah banjir, kini drainase pun justru tak memadai. Makanya hujan sebentar, bisa
banjir di mana-mana mulai cileuncang hingga bandang,” ujarnya dengan menyebut
tanda-tanda alam yang hilang, kini kita tak pernah bisa kita mencium
bau belerang dari gunung Tangkuban Parahu di Alun-alun Kota, termasuk menghirup
getah pinus dan gondorukem. Semua sirna karena perubahan tata ruang menjadi
tata uang!"
Lanjutnya pakat tata lingkungan dan budaya Supardiono
Sobirin, sempat secara rinci membacakan kertas kerja tentang Kota Bandung dari
masa tahun 1810 hingga saat ini, katanya akan melakukan HUT-nya yang
ke-212, pada 25 September 2022. Dalam paparannnya, ia sempat menyitir ucapan ahli perencana kota,
Eko Budiharjo:
“Tunjukkan padaku wajah kotamu, maka aku akan bisa menebak
siapa pengelola kotanya,”ujarnya yang secara rinci mengupas pendekatan
akademis dan praktis tentang segudang masalah di kota Bandung, yang setiap
tahun bukannya berkurang tingkat permasalahannya – “Justru semakin bertumpuk
persoalan itu mulai aspek tata ruang, lingkungan, transportasi, kesehatan,
pendidikan, infrastruktur termasuk utilitas, persoalan ekonomi, dan aspek sosial
interaksi warga. Intinya, kelayakannya sebagai sebuah kota patut dipertanyakan.”
Disiplin Warga &
Pemimpin
Henda Surwenda Atmaja selaku selaku aktivis Senior Civil
Society di Bandung, sepintas dengan makna mendalam ia katakan sejak era
kepemimpinan Kol. Inf. (Purn) Otje Abdullah Achmad Djundjunan Setiakusimah
(1927 – 11 April 1986), menjabat Wali Kota Bandung (1971 – 1976):
“Kedisiplinan para PKL kala itu boleh menjadi panutan. Sedihnya, kini di berbagai sudut kota PKL dan kegiatan luar ruang lainnya,
justru selalu tak selaras lagi dengan apapun yang namanya sebagai kota yang
berbudaya,” ujarnya sambil menambahkan –“Sampai kapan PKL kita akan tertib,
semua saling membiarkan. Timbul malah kekuatan lain, selain kewenangan aparat di
lapangan, ini mengerikan.”
Lebih lanjut menurut Henda Suwenda Atmaja yang akrab disapa
Kang Henda,”mungkin saja kala era Pak Otje Djundjunan kala itu yang melekat
dengan dunia kemiliterannya, disiplin masih hidup di perkotaan, justru saat itu sangat
diperhatikan. Ini berbeda dengan pola anutan warga kota Bandung saat ini.
Makanya diskusi antar para pihak yang cinta kota Bandung sebagai barometer Jabar, perlu dilakukan rutin.”
Selanjutnya Bambang Wisono yang lama bergiat sebagai Konsultan
Pembangunan Daerah, dirinya merasa miris dengan kondisi kota Bandung dewasa
ini:”Ada ketidakseimbangan yang mencolok antara PAD Kota bandung yang katanya
semakin menurun. Namun, di lain pihak anggaran untuk gaji ASN semakin meningkat jauh. Ironinya,
berbagai permasalahan perkotaan, justru tak sebanding dengan tingginya
tunjangan kerja, malahan semakin tak hirau akan segala permasalahan."
Sementara itu aktivis
Samsi Salmon Ketua Cabang Bandung LPKNI, ia mengapresiasi upaya perbaikan
secara praktis dan dirasakan warga, seperti dilakukan Kang H Taufik Hidayat,”saya
dukung itu kolaborasi dengan KPJ (Kelompok Pennyanyi Jalanan), dan kalangan muda
komunitas Moonraker, misalnya. Walaupun, hal ini masih dilakukan secara sporadis,”
paparnya dengan melanjutkan ujaran – “Gerakan
ini, lambat lain bila dilakukan kontinyu dipastikan akan lebih berasa di lapangan. Minimal, kota bandung bebas vandalisme.”
Jangan Saling
Menyalahkan …
Rupanya, di akhir pertemuan yang penuh dengan suasana akrab dan saling pengertian, sang tuan rumah Kang H. Taufik Hidayat, merespon dengan baik seluruh
paparan,”terima kasih atas masukannya. Ternyata saya tidak merasa
sendirian. Selain Pak Menhan Prabowo setiap saat selalu mengontak saya, hanya
untuk menanyakan progress gerakan kecil turun bersama KPJ dan anak-anak
Moonraker, menghapus vandalism yang merusak tata pandang dan estetika kota, jauh dari sebutan Paris van Java.”
Berbaur bersama kalangan muda kota Bandung dan tokoh senior Abah Landoeng (96) di sebuah sudut kota. (Foto: Dok Ist).
Masih kata Kang H Taufik Hidayat, terpenting ia utarakan
pada malam itu,”ya, sudahlah mari kita berembuk
tanpa kembali saling menyalahkan, atau mencari kambing hitam. Rasanya, percuma
mempermasalahkan masa lalu. Yang terpenting, kita terjun ke masyarakat tanpa melihat latar
belakang, dan atribut warna lainnya. Semua, untuk kota bandung sebagai
barometer 26 kota dan kabupaten di Jabar. Mari kita kerjakan bersama berbagai upaya mensejahterakan rakyat, apapun bentuknya.”
Diperoleh info, menurut Bebeng D Suryana SH, diskusi semacam
ini akan digulirkan lebih kerap:”Ya, minimal dua minggu atau satu bulan sekali.
Tempat dan pesertanya, mungkin nanti lebih fokus dan beragam serta lebih
berdaya guna bagi warga,” pungkasnya. (Harri Safiari & Tim)
Tidak ada komentar