Pius Lustrilanang ke UIN SGD Bandung, Membedah 'ALDERA' Gerakan Politik Kaum Muda Era '90-an - Ini Katanya
Pius Lustrilanang tampak (tangkapan layar) di hadapan ratusan mahasiswa di Auditorium Anwar Musadad UIN SGD Bandung Jl. A.H. Nasution No. 105 Cipadung, Cibiru Kota Bandung, dengan bangga ia katakan bahwa UIN SGD Bandung adalah kampus gerakan ! (Foto:HS).
Algivon – Giliran
Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung,
tepatnya di Auditorium Anwar Musadad Jl. A.H. Nasution No. 105 Cipadung, Cibiru
Kota Bandung, Jawa Barat, membedah buku (6/12/2022) gagasan Pius Lustrilanang
berjudul ALDERA, Potret gerakan Politik Kaum Muda 1993 – 1999, terbitan KOMPAS,
setebal 308 halaman.
“UIN SGD Bandung itu kampus gerakan!,” berkali-kali Pius
Lustrilanang mengucapkan dalam sambutannya seusai buku gagasannya yang berjudul
ALDERA (Aliansi Demokrasi Rakyat) dibedah oleh para akademisi yang juga mantan
aktivis era ’90-an, dihadapan ratusan mahasiswa UIN SGD Bandung.
Tampak para pembedah buku ALDERA itu yang menjadikan kampus
UIN SGD Bandung lebih bergairah, di antaranya Prof. Dr. Bambang Qomaruzzaman,
M.Ag., Filsuf Islam/ Dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung, Dr. Budi Rajab,
M.Si., Antropolog dan Dosen FISIP Unpad, Teddy Wibisana, Ketua Tim Penulis, dan
Dr. R. Yudi Ahmad Hambali, M,Ag. Selaku moderator. Selain itu hadir pula Dr. Wahyudin Darmalaksana, Dekan Fakulyas Ushuluddin, serta nara sumber Moh. Taufik Rahman, MA., Ph.D, kemudian secara langsung dalam bedah buku ini yang sekaligus juga kuliah dibuka oleh Warek I UIN SGD Bandung Prof. Dr.H.Rosihon Anwar, M.Ag.
Hampir senada para pihak yang membedah buku ‘ALDERA’ ini
menempatkannya, sebagai tonggak penting untuk khazanah potret perjuangan
mahasiswa Indonesia yang terkenal unik di dunia dalam hal menggelorakan
gagasannya untuk sebuah perubahan, ini katanya tidak ujug-ujug malah dimulai
sejak era mahasiswa Stovia sebelum kemeredekaan RI 1945, hingga penumbangan
ORLA menjadi ORBA pada 1965, Malari 1974, berlanjut ke Gerakan Mahasiswa 1978,
dan terakhir ini pada periode 1993 – 1998 (reformasi) yang menumbangkan secara
kolosal kepemimpinan presiden Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun:
“Apa yang kita nikmati sekarang atau hari ini, bukanlah gratisan
semata. Semuanya, muncul situasi berdemokrasi saat ini, diperoleh berkat
perjuangan para mahasiswa yang di antaranya dari periode 1993 – 1998 itu,”
papar Bambang Qomarruzzaman yang diamini rekan-rekan para pembedah buku ALDERA
ini.
Doakan Film-nya
Menurut Pius Lustrilanang yang kini sebagai Anggota VI BPK
RI, sebelum memungkas sambutannya atas masukan untuk buku ‘ALDERA’ yang
diorkestrasi oleh tim penulis Teddy Wibisana, Nanang Pujalaksana, Rahadit.
Wiratama, dengan editor Marlin Dinamikanto, menanggapi kritikan dari Budi Rajab
yang menyatakan buku ini terlalu kering, karena miskin romantisme ala kehidupan
mahasiswa kala itu:
Buah reformasi ... (Foto:HS)
“Ya, mungkin saja kelak bila ‘ALDERA’ ini akan dibuat versi
film-nya. Doakan saja, bila dalam bentuk film dipastikan akan ada,” ujarnya
dengan nada penuh senyum yang lalu ditanggapi riuh oleh ratusan mahasiswa yang
tampak antusias mengikuti bedah buku ini.
Kepada redaksi beberapa mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN
SGD Bandung, di antaranya Syarifah N yang masih duduk di semester 4 menyatakan:
“Ini tantangan baru bagi kami yang masuk ke generasi milenia dan Z, untuk
memahami lebih jauh munculnya reformasi di negeri kita. Buku ini amat mendalam mengupasnya,
apalagi ada networking segala. Semoga kami makin paham setelah tahu perjuangan
mereformasi negeri ini, ke depan kita akan kemana?” ujarnya dengan menambahkan
_”Mau kami dalami lagi bersama kawan-kawan.”
Kepada redaksi, panitia menyatakan bahwa kegiatan hari ini
Pius Lustrilanang pada pagi harinya telah mendedarkan tentang ‘ALDERA’ di
Kampus Unpad Jatinangor, dan besok pada Rabu, 7 Desember 2022 pukul 13.00 WIB akan mendatangi Kampus
Unpar Bandung di Ciumbuleuit. Kabar anginnya, Pius Lustrilanang akan meinta
maaf ke institusi tempat dulu berkuliah, karena sedikit banyaknya telah
merepotkan kampus ini. “Namun impact-nya Bung Pius yang hanya berlima pada era
1993 -1998, ternyata bisa mencerahkan Indonesia berdemokrasi saat ini, tentu
dengan segala catatan untuk masih harus kita perbaiki bersama,” pungkasnya.
(HS/Rls).
Tidak ada komentar