Dari Saresehan Soenda Besar Institute, Membahas Kemaritiman Nusantara dan Pentingnya Pengadilan Pelayaran
Suasana saresehan itu ... (Foto:Ist).
Algivon -- Roedy Wiranatakusumah, SH., MH., MBA.,International Lawyer spesialisasi di Bidang Hukum Maritim dan Korporasi yang juga Ketua Soenda Besar Institute, mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk segera memiliki Pengadilan Pelayaran (Maritim) dikarenakan Indonesia merupakan negara Maritim.
Hal ini terungkap oleh Roedy Wiranatakusumah saat digelar Saresehan Kebudayaan, bertajuk, "Multikulturalisme dan Pluralisme dari Perspektif Sejarah Kemaritiman Nusantara", yang dihadirkan oleh Soenda Besar Institute, Komunitas Masyarakat Sunda Kecil, dan didukung penuh oleh Yudi Surjadi S.H., dari Tim Soenda Besar Institute, Senin siang, (13/3/2023), di Auditorium Rosada Balai Kota Bandung jalan Wastukencana No.2 Kota Bandung.
Hadir sebagai pembicara utama, Ketua Paguyuban Pasundan Prof. H.M. Didi Turmudzi, M.Si., Dewan Energi Nasional Ambassador Dr. (HC) Yusran Khan, SH., Penulis Buku 'Bandar Kuti Baning' Ngurah Paramatha, dan Dosen Administrasi Publik Fisip Unpas Bandung Dra. Mira Rosana Gnagey, M.Pd.
"Saya merencanakan acara Saresehan Kebudayaan ini selama delapan bulan bersama Yudi Surjadi dari Tim Soenda Besar Institute," kata Roedy Wiranatakusumah di awal paparannya.
Sejatinya, Sunda itu sudah harumdi kalangan warga Eropa - sejak lama ! (Foto: Ist).
"Seperti diketahui Sunda sudah terkenal harum secara ilmiah dan terkenal di kalangan bangsa Eropa," ungkap Roedy Wiranatakusumah, "Sunda Besar merupakan komplek gugusan pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, sedangkan Sunda Kecil meliputi pulau Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Pulau Bali," ujarnya, "Pastinya Sunda tidak berhubungan dengan etnis dan politis," tegasnya.
Lebih lanjut, Roedy Wiranatakusumah menegaskan, Deklarasi Juanda yang dicetuskan pada 13 Desember 1957 memiliki peranan yang sangat penting karena kekuatan diplomasi Djuanda dapat memperluas wilayah maritim Indonesia.
"Saat ini Pemerintah Indonesia memiliki pekerjaan rumah, karena Indonesia sampai sekarang tidak memiliki Pengadilan Pelayaran, yang terjadi Pengadilan Pelayaran di Indonesia hanya administrasi court di bawah Kementerian Perhubungan," ungkap Roedy Wiranatakusumah, "Bahkan pelanggaran hukum dalam pelayaran di Indonesia masih melalui Pengadilan Negeri," ujarnya.
"Maka untuk mewujudkan Pengadilan Pelayaran di Indonesia, kami memerlukan kelompok profesional untuk bekerja sama dengan kami," pungkas Roedy Wiranatakusumah.
Penegakan Huku - Rujit!
Sedangkan Ketua Paguyuban Pasundan Prof. H.M. Didi Turmudzi, M.Si., dalam materinya yang berjudul, "Berguru Pada Bahari" mengatakan, Nusantara artinya Nusa Antara, "Dalam peta dunia, peta Sunda Kecil dan Sunda Besar masih ada," ungkapnya.
"Oleh karena itu saya merasa miris ketika ada seorang Dirjen yang tidak perlu disebutkan namanya yang mengatakan, saat ini Sunda tidak punya apa-apa, lagi hanya punya Selat Sunda saja," ungkap Didi Turmudzi.
Lebih lanjut Didi Turmudzi menegaskan, sumber nabati terbesar ada di Indonesia, "Ada peristiwa luar biasa di masa datang ketika penduduk dunia bertambah banyak, dampaknya akan sangat mengerikan, dan kita harus mewaspadainya," tegasnya.
"Masalah kependudukan terus menghantui kita, saat ini China akan terus mencari negara-negara koloni, bahkan jarak Darwin Australia ke Nusa Tenggara Timur hanya 20 menit, bahkan sudah banyak pulau kita diambil," ungkap Didi Turmudzi.
"Kita tahu Ambalat bukan kedaulatan Indonesia dan Malaysia, Ambalat itu daerah abu-abu, maka Indonesia jangan mau diprovokasi oleh Malaysia," tegas Didi Turmudzi.
Didi Turmudzi menambahan, kelangkaan air dan pangan menghantui di masa depan, "Beberapa tahun lagi energi fosil akan habis," ujarnya, "Kita harus mewaspadai hal tersebut, dan kita jangan mau di adu domba, dan elit politik jangan bancakan korupsi," tegasnya.
"Bahkan saya pernah bertemu dengan para pakar ekonomi yang menegaskan, saking kaya rayanya negara Indonesia, maka setiap orang di Indonesia dapat di beri gaji 15 juta rupiah tanpa harus bekerja apabila di Indonesia tidak terjadi korupsi," ungkap Didi Turmudzi.
"Didi Turmudzi menegaskan, pentingnya menguasasi darat, laut, dan udara, "Ada pakar hukum mengungkapkan saat ini ada pihak-pihak yang melakukan kejahatan menguasai tanah-tanah di Indonesia dengan cara-cara negara Singapura," ungkapnya.
"Intinya kita berharap pada Sunda Besar dan Sunda Kecil harus ada penegakan hukum di Indonesia, kata orang Sunda penegakan hukum saat ini di Indonesia 'Rujit'," tegas Didi Turmudzi.
Di akhir paparannya, Didi Turmudzi menegaskan, sejak Deklarasi Djuanda dicetuskan yang berakibat luas maritim Indonesia bertambah dari dua juta kilometer persegi menjadi lima juta kilometer persegi, maka orang Sunda harus menyambut Indonesia menjadi negara Maritim," pungkasnya.
Dosen Administrasi Publik Fisip Unpas Bandung Dra. Mira Rosana Gnagey, M.Pd., dalam paparannya yang berjudul, "Mantra Nurani Multikultur dan Kemaritiman mengatakan, saat ini luas wilayah Indonesia 7,81 juta km persegi, dan luas wilayah laut Indonesia 3,25 juta km persegi.
"Siapapun akan terpukau kepada laut sebagai sumber oksigen, dan sumber kehidupan yang sangat megah dan luas," kata Mira Rosana Gnagey.
"Tapi saat ini orang Sunda hanya dapat ikan asin saja, apakah orang Sunda tidak suka makan ikan laut ?," kata Mira Rosana Gnagey.
Lebih lanjut Mira Rosana Gnagey mengingatkan di tahun 1833 William Forster Lloyd menjelaskan tentang The Tragedy of the Common, atau tragedi kepemilikan bersama dan dilanjutkan Garret Hardien di tahun 1968.
"Menurut Garret Hardien, solusi dari tragedi kepemilikan bersama adalah mencegah aksi individu, tata kelola internal dengan perjanjiam komunitas, serta tata kelola eksternal dengan regulasi pemerintah dan sistem hukum," pungkas Mira Rosana Gnagey.
Sedangkan Penulis Buku Bandar Kuti Baning, Ngurah Paramatha, mengungkapkan, buku Bandar Kuti Baning merupakan Disertasinya selama 29 tahun lebih.
Saresehan Kebudayaan, bertajuk, "Multikulturalisme dan Pluralisme Dari Perspektif Sejarah Kemaritiman Nusantara", yang digelar oleh Soenda Besar Institute, Komunitas Masyarakat Sunda Kecil, dan didukung penuh oleh Yudi Surjadi S.H., dari Tim Soenda Besar Institute, dihadiri lebih dari 150 peserta. Hari itu para peserta antusias mengikuti Saresehan Kebudayaan sejak siang hingga menjelang magrib. (HS/Rls)
Tidak ada komentar