ABCD Tampilkan Furqan AMC Memaknai Pancasila ‘Baru’, Nyoman Nuarta: IKN Optimis, Walau Birokratis Berbelit …
Hampir seluruh peserta yang memperingati Harlah Pancasila, 1 Juni 2023 berkumpul di area Teater Terbuka NuArt Sculpture Park - Menyimak tafsir baru simbol Burung Garuda Pancasila - lebih fresh untuk sepanjang jaman. (Foto:Ist).
Algivon.com – Tiba giliran Aliansi Bandung Cinta Damai (ABCD) yang
dipimpin Tonni Ellen menghelat Harlah Pancasila pada Kamis, 1 Juni 2023 di NuArt Sculpture Park
Jl. Setra Duta Raya L6 Ciwaruga Bandung. Yang khas pada helatan kali
ini, komunitas ABCD yang melekat dengan aneka kegiatan kemanusiaan, lingkungan hidup, sosial,
budaya, dan politik yang berwawasan kebangsaan, kembali menampilkan aktivis
Furqan AMC, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
“Hari ini sungguh istimewa, setelah kemarin (31/5/2023 –red)
saya diundang khusus Kang Nyoman Nuarta demi membekali ratusan tim kerjanya.
Ini dalam kaitan perancangan istana negara IKN (Ibu Kota Nusantara) yang kini digarap
tim Kang Nyoman Nuarta di Kalimantan Timur sana. Bedanya, hari ini, walaupun memaparkan
hal yang sama tentang Pancasila. Namun, tak banyak orang tahu, selama 30-an
tahun lamanya, materi ini sangat jarang dibahas. Malahan sering disembunyikan
oleh kalangan tertentu. Katanya, demi alasan tertentu, pula. Hari ini, pesertanya
lebih beragam, selektif, dan malah sangat kritis,” jelas Furqan AMC yang juga
dikenal sebagai Sekjen Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia.
Birokratis Berbelit
Hal menarik lainnya, Furqan
AMC terkadang seperti tiktok-an selama
tampil di area teater terbuka NuArt dengan
sang tuan rumah Nyoman Nuarta yang sedang hangat-hangatnya merancang dan
membangun IKN sesuai otoritas dari Presiden RI Jokowi:
“Selama ini kita hanya bangga, merasa punya dan tinggal di
istana negara buatan peninggalan kaum kolonial. Saatnya, kita sebagai bangsa
besar harus mampu merancang dan mewujudkan ibu kota negara yang bisa menjadi
kebanggan bangsa,” papar Nyoman Nuarta sang pembangun patung fenomenal Garuda
Wisnu Kencana (GWK) di Bali.
Perlu diingat, patung GWK ini selesai digarap selama kurang lebih 26 tahun dan sepenuhnya kini kepemilikannya dimiliki swasta, setelah ditolak pemerintah pusat maupun daerah:
Kolaborasi unik, sang pematung 'live legend' berkelindan dengan penafsir 'baru' seputar maknawi di balik simbol Burung Garuda Pancasila yang tersembunyi selama ini. (Foto: HS).
“Saya rela
semuanya perihal GWK ini. Saya bangga dengan
pemberian karya ini kepada negara dan bangsa,” ucap Nyoman Nuarta yang
sesudahnya ia berucap demikian, memperoleh decak kagum, serta tepuk tangan cukup
berkepanjangan dari para hadirin.
Alhasil dalam perbincangan yang cukup panjang bersama para
pegiat media, Nyoman Nuarta terkait keterlibatannya dalam perancangan dan
pembangunan IKN, ia merasa bangga bisa ikut dilibatkan dalam proyek nasional
ini.
“Bukan masalah finansial yang utama bagi saya dalam perancangan
dan pembangunan IKN ini. Namun, sejumlah karya anak bangsa sendiri, ternyata
memperoleh porsi yang sangat strategis untuk dibangun oleh anak bangsa sendiri.
Ada istana, dan bangunan penyerta lainnya, jembatan, ornamen, termasuk
pemilihan besi khusus anti karat pesanan dari KS (Krakatau Steel – red.),”
ujarnya dengan menambahkan – “Tak sedikit tantangan baik teknis maupun non
teknis, ya birokratis yang berbelit, di antaranya. Optimislah, bisa teratasi.”
Makna Paparan Furan AMC
Sementara itu nara sumber Furqan AMC dengan gayanya yang
khas, ia mendedarkan bagaimana cara terbaik memahami Pancasila? Akhirnya, ia jawab
sendiri – kenalilah nilai-nilainya, seperti disusun oleh para pendiri bangsa,
seperti lambang negara Garuda Pancasila.
"Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila, ini lebih
dikenal sebagai Garuda Pancasila. Ini rujukan paling representatif dan otoritatif
untuk kita memahami Pancasila," urai Furqan AMC.
Ringkasnya, ada tiga komponen utama yang tersemat pada Lambang
Negara Garuda Pancasila.
Pertama, figur burung Garuda. Relatif semua kita sudah
hafal, 17 helai sayap Garuda, 8 helai ekor Garuda, 19 helai bulu bagian bawah
Garuda dan 45 helai bulu bagian leher Garuda adalah perlambang hari kemerdekaan
Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Kedua, tulisan Bhineka Tunggal Ika pada selembar pita putih
yang ada dalam genggaman kaki burung garuda adalah semboyan yang mengajarkan
kepada kita bahwa walau kita beraneka ragam. Hakikatnya, Bangsa Indonesia
merupakan satu kesatuan. Sebuah filosofi luar biasa tentang persatuan dan
toleransi dalam perbedaan yang diwariskan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya
Sutasoma 7 abad silam. Keragaman dalam persatuan, dan persatuan dalam
keragaman.
Ketiga, yang kerap abai dipelajari dan dipahami oleh
mayoritas rakyat Indonesia adalah perisai di dada Garuda yang di dalamnya
terdapat simbologi sila-sila Pancasila, yang tersusun dalam konfigurasi yang
harmoni dan dinamis. Tanpa perisai tersebut Garuda hanyalah Garuda. Dengan
adanya perisai tersebut maka ia menjadi Garuda Pancasila. Pada perisai tersebut
tersusun 5 sila dari pancasila.
Sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Umumnya orang
melihat bintang sebagai simbol sila pertama, namun Muhammad Natsir yang
mengusulkan lambang sila pertama ini, menyebutnya dengan nur cahaya. Sebuah
penggambaran yang lebih spritualitas, cahaya ilahi. Cahaya Tuhan ada di
mana-mana, meliputi segala sesuatu.
Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Mayoritas
masyarakat kita tak menyadarai bahwa lambang rantai pada sila kedua ini adalah
rantai petak lingkar. Diusulkan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Diadopsi
dari kalung rantai yang biasa dipakai oleh Suku Dayak yang menggambarkan
regenerasi. Petak melambangkan laki-laki dan lingkar melambangkan perempuan.
Jadi dalam konstitusi kita, perempuan dan laki-laki kedudukannya sudah
sederajat alias egaliter.
Di banyak bangsa lainnya, kesetaraan gender mungkin baru
jadi wacana, tapi pada bangsa Indonesia ia sudah mewujud sebagai nilai dari
dasar negara. Karena itu sejak dari pemilu pertama di Indonesia, perempuan
sudah punya hak suara. Kontras dengan Amerika Serikat, di mana perempuan baru
punya hak suara 70 tahun setelah pemilu pertama mereka selenggarakan.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”. Umumnya orang menyebut
pohon beringin sebagai simbol sila ketiga. Namun yang mengusulkannya Raden Mas
Ngabehi Purbatjaraka lebih spesifik menyebutnya pohon Astana. Pohon Astana
biasanya ditanam di depan keraton kerajaan di masa lalu, tempat di mana raja
dan rakyat berkumpul membicarakan persoalan kehidupan bersama. Maknanya sangat
mendalam. Kekuasaan harus menyatu dengan rakyat. Penguasa tidak boleh berjarak
dengan rakyat. Penguasa harus hadir di tengah-tengah rakyat, harus mengayomi
rakyat.
Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dilambangkan dengan kepala
Banteng. Diusulkan oleh Muhammad Yamin. Simbol kepala Banteng melambangkan
tenaga rakyat yang ulet dan tekun. Tenaga rakyat tersebut harus disusun dengan
cara musyawarah dengan metode perwakilan. Demokrasi pancasila bukan sekedar one
man one vote. Bukan sekedar menang-menangan, bukan sekedar adu banyak. Tidak
saling menegasikan. Tapi Demokrasi yang mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan.
Yang mayoritas melindungi yang minoritas, yang banyak harus merangkul yang
sedikit.
Sejak ribuan tahun lalu, masyarakat di Nusantara hidup dalam
harmoni dan kebersamaan. Sriwijaya dan Majapahit, dua kerajaan besar di
Nusantara tidak dibangun dengan penaklukan (invasi), melainkan hadir sebagai
pengayom dalam peradaban bahari bagi ratusan kerajaan lainnya yang ada di
Nusantara.
Sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”. Ki Hajar Dewantara mengusulkan agar sila kelima ini dilambangkan
dengan padi dan kapas. Sebagai lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Tujuan
bernegara haruslah bermuara pada kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia. Setiap warga negara harus dipenuhi haknya oleh negara, tidak boleh
ada satupun golongan/pihak yang terabaikan.
Kelima sila dasar negara kita tersebut disusun dengan
harmoni pada perisai yang tergantung pada dada Garuda.
Terdapat dua perisai, yaitu perisai luar yang berwarna merah
putih merah putih, di mana tersusun sila dua, tiga, empat dan lima, diikat oleh
perisai dalam yang berwarna hitam di mana terdapat sila pertama.
Perisai inilah yang akan menjadi pandu bagi kita bagaimana
membaca dan memahami Pancasila.
Perisai luar yang berwarna merah putih merah putih
menandakan urutan dan arah membaca sila-sila Pancasila. Sila kedua dengan latar
warna merah, sila ketiga dengan latar warna putih, sila keempat dengan latar
warna merah, dan sila kelima dengan latar warna putih menunjukkan kepada kita
bahwa Pancasila harus dibaca melingkar ke kiri berlawanan arah jarum jam.
Pancasila tidak tersusun hirarkis dan linier tapi dinamis
melingkar ke kiri di mana di tengahnya terdapat sila pertama dengan latar hitam
pada perisai dalam. Di balik gerak melingkar tersebut terkandung makna yang
egaliter, dinamis dan dialektik, jauh dari struktur hirarkis, linier dan
positivistik. Karena itu tak ada tempat bagi otoritarianime dalam masyarakat
nusantara.
Adapun putaran melingkar ke kiri melawan arah jarum jam
melambangkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme,
sekaligus menyadarkan kita akan asal-usul.
Gerak melingkar ini dalam istilah nusantara dikenal sebagai
“gilir balik”, sebuah konsep yang diadopsi dari suku Dayak Melayu. Dalam
astronomi kita ketahui semua bintang, planet dan satelit berotasi melingkar
pada orbitnya. Dalam peradaban Islam dikenal dengan istilah “Thawaf”.
Dalam susunan lambang negara garuda pancasila, para pendiri
Bangsa mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan berbangsa bernegara dalam
taman raya internasional, serta dalam kehidupan berdemokrasi mewujudkan
keadilan ekonomi, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, semuanya tidak terlepas
dari spiritualitas, simpul yang di tengah perisai yang mengikat semua sila,
yaitu Ketuhanan yang maha esa. Semua sila tidak boleh terpisah dari sila
Ketuhanan. Sila ketuhanan mengikat semua sila. Sila Ketuhanan adalah nafas dari
semua sila, jiwa dari semua sila.
Betapa indahnya, tak ada dikotomi antara kebangsaan dan
spiritualitas, semua menyatu dalam harmoni. Kehidupan sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi menyatu harmoni dengan spiritualitas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa itupun tidak boleh berhenti hanya
semata nilai, tapi harus mewujud dalam tingkah laku, dalam akhlak, dalam
budaya.
Hablummninallah dan hablumminannas harus satu paket, Hubungan
dengan Tuhan dan Hubungan dengan sesama manusia tak bisa dipisahkan satu sama
lain.
Berketuhanan haruslah berkebudayaan. Apa artinya bertuhan
kalau hanya saling mencaci, saling menafikkan, saling menegasikan. Apa artinya
bertuhan kalau tidak saling mencintai sesama. Apa artinya bertuhan kalau kita
tidak saling menyayangi, saling menghargai dan saling mengayomi. Apa artinya
bertuhan kalau perilakunya intoleran dan korupsi.
Sekali lagi, “Berketuhanan haruslah Berkebudyaan”, tercermin
dalam praktek gotong royong dalam semangat solidaritas.
Terakhir, di tengah-tengah perisai terdapat garis horizontal
hitam yang melambangkan Indonesia adalah bangsa yang berada pada orbit
khatulistiwa. Dengan kesadaran bahari dan pengetahuan astronomi, masyarakat
nusantara mengarungi samudra sejak ribuan tahun lalu. Nusantara adalah masyarakat
maritim terbesar di dunia.
Kata Peserta Wow ..
Kepada redaksi beberapa peserta yang merupakan representasi
aktivis mulai dari entitas ABCD sebagai pendukung acara, NuArt Sculpture Park,
Mawas Center (Manusia Welas Asih), Kusala mitta (sahabat baik untuk semua),
serta para pihak dari berbagai komunitas, organ relawan, kumpulan ibu-ibu
kelurahan, para guru, dan para pegiat dari berbagai forum gereja, pada
penghujung acara setelah sebelumnya digelar tayangan sejumlah film antara lain
Garuda Wisnu Kencana dan Teaser IKN yang focus pada rancangan Nyoman Nuarta
termasuk rancangan masjid di IKN:
“Luar biasa perjuangan Kang Nyoman Nuarta. Tanpa dinyana, ia
kukuh menempatkan konsentrasi penuh, karya anak bangsa bisa terwujud baik dan
sempurna. Ethos kerjanya, tak semata sekedar pemenuhan aspek finansial belaka.
Ternyata, mirip dengan dedikasi dari GWK, malah ini lebih dahsyat. Semua
karyanya, demi Indonesia seribu tahun mendatang dengan sejumlah pencapaian
gemilang,” ujar Dicky Wahyu dari entitas GP- C59.
Sementara itu pegiat sosial-kemsyarakatan bernama Yuki Grip
yang cukup getol menyelami derap langkah para aktivis seni dan kebangsaan di
Bandung dan Jawa Barat, kepada redaksi mengucapkan kekaguman atas ‘kolaborasi
Furqan AMC – Nyoman Nuarta:
“Saatnya, anak bangsa harus mampu menunjukkan jati diri
karyanya di pucuk Indonesia. Maksud saya, yang di IKN itu. Kang Nyoman Nuarta
dengan rendah hati mau bertukar pikiran dengan Kang Furqan AMC sebagai juru
tafsir yang handal tentang Pancasila. Semoga saja, penerus pimpinan kelak
negeri ini, tetap berkonsentrasi IKN segera terwujud, dan wow. Ya, tanpa sedikitpun, ada cerita mangkrak,” tutupnya. (HS/Rls)
Tidak ada komentar