Dari Pekan Teh Rakyat 2023 - Pasar Masih Berprospek, Pengusaha Agar Membidik Milenial
Pada acara Pekan Teh Rakyat 2023 di Roemah Kentang Kota Bandung (22-23/6/2023) selain digelar workshop tentang teh, juga dilakukan MoU antara AKAR dengan Paguyuban Tani Lestari. (Foto: HS).
Algivon.com – Kecenderungan atau
trend pemasaran teh kini dan mendatang menurut para pakar, masih sangat terbuka
lebar. Diluar peluang ekspor, kondisi pasar di dalam negeri masih berprospek
baik dan cerah, utamanya di kalangan usia milenial. Hal ini diungkap oleh Sekretaris
Eksekutif Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Atik Dharmadi, pasalnya dari sekitar 276
juta penduduk Indonesia, lebih dari 20% terdiri dari kaum milenial. Ceruk pasar
milenial ini masih berprospek cerah:
"Pasar milenial ini
harus benar-benar dibidik oleh pengusaha teh. Dan produk yang dibuat juga harus
sesuai dengan tujuan pasarnya," kata Atik dalam Workshop Teh Rakyat di
Tengah Peluang dan Tantangan, di Roemah Kentang 1908, Kota Bandung, Kamis
(22/6/2023).
Lebih jauh Atik menjelaskan,
pasar teh yang biasa dikonsumsi kalangan yang sudah berusia, sudah banyak dipasarkan.
Seperti teh hijau, teh hitam, dan teh wangi yang diseduh dengan cara seperti
biasanya.
Khusus untuk kalangan
milenial, menurutnya, pengusaha teh rakyat harus menyesuaikan. Contohnya,
sediakanlah produksi teh ready to drink. Agar semakin menarik minat kaum muda
menikmati teh, produk juga bisa dikombinasikan dengan citarasa lain, seperti
kayu manis, jahe, susu, strawberry dan lainnya.
Petani teh, menurut Atik,
harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Caranya, mereka para petani ini
yang rata-rata punya kepemilikan lahan tak terlalu luas, sekitar 0,5 hingga 2
ha per orang:
"Mereka ini bisa
membuat paguyuban, apalagi sekarang harga pucuk teh basah segitu-gitu saja,
sekitar Rp2.000 hingga Rp2.800 per kg. Perlu ada integrasi antara kebun,
pengolahan, dan pemasaran agar petani teh semakin bersemangat," jelasnya.
Lebih jauh Atik mengatakan,
dari tahun ke tahun, surplus ekspor impor teh nasional terus mengalami
penurunan. Pada 2010, surplus ekspor impor teh Indonesia berada di kisaran USD 16
juta, dengan angka impor hanya 5 ton. Sedangkan pada 2021, surplus ekspor impor
teh nasional hanya tinggal 6 juta dolar AS.
Masih di hari yang sama, Veronika
Ratri, dari Business Watch Indonesia (BWI), kualitas produk petani
sekarang sudah bagus. Justru katanya, BWI berusaha mendorong promosi produk
petani teh rakyat agar semakin berkibar di pasar.
Acara ini cukup menarik di
antaranya digelar secara bersamaan workshop tentang teh yang menghadirkan
sejumlah nara sumber antara lain Dr Atik Dharmadi, Ketua Koperasi PHRI Jawa
Barat Gan Bonddilie yang akrab disapa Kang Bondbond, serta Owner Roemah Kentang
Arys Buntara, serta Veronika Ratri Bussiness Watch Indonesia (BWI). (HS/Rls)
Tidak ada komentar