PLPR Palabuhanratu Kab. Sukabumi ‘Krak Mangkrak’ - Opung Bastian, Toni Ellen, Supardiono Sobirin DPKLTS, Angkat Bicara
L A P O R A N K H A S
Algivon.com – Alkisah, gerak maju pembangunan Pelabuhan Laut
Pengumpan Regional (PLPR) di Karang Pamulang Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, yang penggarapan serta merta sejalan dengan munculnya protes yang
marak sejak November 2015 lalu hingga Juni 2023 - nyaris tak pernah sepi dari cibiran
para pecinta lingkungan di dalam dan luar negeri! Intinya PLPR ini - Krak Mangkrak!
“Konon ada dana APBN sekira Rp. 296 milyar, dengan
pembebasan lahan 6.600 M2, nyaris diam ini garapan proyek sejak 2017. Malah,
sempat masuk ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara – red) Bandung, segala…”
papar Yan Sebastian sang pegiat lingkungan yang terkadang kerap dipanggil ‘Opung
Bunga Ayu’.
“Tujuan PLPR ini, tak jelas kena apa pantai Karang Pamulang
milik publik yang dulunya primadona pantai tempat bertemu warga lokal dan
pendatang, sebagai lokasi latihan surfing yang aman, justru dipilih seenaknya
jadi PLPR. Lucunya, alasan dicari-cari, dikaitkan dengan keberadaan Geo Park
Ciletuh, segala. It’s okay, boleh saja ada PLPR, tapi kunaha harus di pantai sakral
dan kesayangan warga Palabuhanratu, Karang Pamulang? Kalau mau main waras nih,
kan masih ada pantai lainnya buat bikin PLPR di Palabuhanratu?” ungkap Yan
Sebastian yang dikontak redaksi pada Rabu, 28 Juni 2023.
Lebih lanjut ‘Opung Bunga Ayu’ ini mengungkapkan
kekesalannya, tersebab 8 tahun PLPR mangkrak lalu 5 tahun lalu ditanami puluhan
pohon ketapang,”daripada tanah ini tak terurus dan membuat saya sareukseuk, ya
ditanami saja pohon, eh kamarin ada yang mau nebang,” ujarnya dengan
menambahkan – “Mending, PLPR ini maju digarap, yang jelas ini mah nggak jelas
siapa mereka, mau nebang pohon segala?”
Kata Toni Ellen,
Ketua Komunitas ABCD
Secara terpisah redaksi mengontak Toni Ellen pegiat
lingkungan yang di Kota Bandung sebagai Ketua Komunitas ABCD (Aliansi Bandung
Cinta Damai) dengan segudang kegiatan lingkungan dan sosial-kemasyarakatan.
Diketahui, Toni Ellen sejak awal PLPR pada era 2015-an cukup rajin mengkritisi
pemilihan lokasi PLPR ini,”bukan anti pembangunan, mbok ya lakukan studi
kelayakan yang benar, dan perhatikan dampak lingkungannya, koq PLPR ini seperti
dipaksakan dan tak serius digarap. Buktinya, mangkrak…pemilihan lokasinya koq
di pantai Karang Pamulang?” ujarnya kala membuka ulasan tentang topik hangat
ini.
Menurutnya, kita ini baru saja mulai beradaptasi, dan
bebenah dengan kondisi new normal. Faktanya, akibat pengrusakan lingkungan PLPR
yang mangkrak, “kini diduga katanya ada penambangan pasir dengan dalih mengembalikan ke
kondisi awal,” papar Toni Ellen dengan menambahkan – “Kami yang telah memperbaiki
lingkungan yang sudah dirusak, dengan menanam manggrove, malah dirusak lagi?!”
Masih kata Toni Ellen, sepengetahuannya soal penanaman
mangrove itu, “bila tak keliru pohon ketapang itu juga masih masuk dalam
keluarga mangrove.”
Penutupnya Toni Ellen yang dalam dialog ini, dirinya merasa
terpanggil kembali atas isu lama yang muncul lagi ke permukaan di jagat
nasional:
”Dishub (yang menangani PLPR - red) itu mah dari dulu juga
selalu bilang bahwa proyek PLPR untuk meningkatkan kepariwisataan. Buktinya,
kan hanya jadi proyek perusakan lingkungan. Saya dalam 8 tahun terakhir ini,
selalu ditanya oleh berbagai pegiat lingkungan dari dalam dan luar negeri.
Sudah capek rasanya, menjawab proyek tak tentu arahnya ini. Lihat saja
kerusakan lingkungan di lapangan!”
Supardiyono Sobirin,
Koordinator Dewan Pakar DPKLTS
Tokoh lingkungan hidup yang lama malang-melintang di
lapangan dan dunia akademis yakni Supardiyono Sobirin, Koordinator Dewan Pakar Dewan
Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), dengan bersemangat
menyatakan setuju atas rujukan Prof. Erri Megantara, Kepala Pusat Penelitian
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, seperti yang
dimuat pada tempo.co (11/1/2016)
dengan judul ‘Proyek Dermaga Pelabuhan Ratu Dinilai Serampangan’.
Dalam paparannya Supardiono Sobirin, menyatakan rencana
pembangunannya belum jelas namun proyek sudah dimulai dengan pengedukan pasir
pantai serampangan:
“Padahal, konsepnya belum jelas dan terungkap seperti apa?”
ungkapnya.
Lebih lanjut terkait adanya pegiat lingkungan yang kerap
mengkritinya:
“Patut diacungi jempol kepada kalangan yang melakukan protes
terhadap proyek pembangunan PLPR di Pantai Karang Pamulang ini, karena tidak
terbuka dan minta tidak minta pendapat public secara jelas.”
Masih kata Supardiono Sobirin:
”Intinya, tidak cukup hanya AMDAL saja, tetapi perlu
memperhatikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis di kawasan ini. Hal ini
menyangkut masa depan output dan outcome pembangunan ini yang harus membuat
rakyat sejahtera, wilayah sekitar lebih makmur, dan lingkungan semakin lestari
berkelanjutan.”
Ditanya tentang esensi perubahan tata lingkungan di sebuah
pantai, Supardiono Sobirin menjelaskan lebih runtun, di antaranya:
“Pantai adalah interaksi alam antara ekosistem darat dan
ekosistem laut. Mengubah satu titik di suatu pantai, maka akan mempengaruhi
ekosistem sepanjang garis pantai. “
Makanya, Supardiono Sobirin mewanti-wanti:
“Perlu perhatian terhadap ekosistem pantai jangan sampai
rusak oleh keinginan administrasi pemerintahan ataupun oleh upaya bisnis yang
sekedar melihat aspek keuntungan ekonomi saja.”
Oleh karena itu Supardiono Sobirin mengeluarkan jurus-jurus
jitu pengelolaan lingkungan di sekitar pantai, yakni:
“Satu garis pantai/Satu pandangan komprehensif/Satu visi
bersama/Satu perencanaan bertata-nilai, dan/Satu manajemen terpadu,” coba ini
renungkan lalu praktikkan dengan konsisten di lapangan, pungkasnya. (Harri
Safiari).
Tidak ada komentar