Kiamat Ekologi: Saat Sampah Membunuh Kota


 

STOP PRESS 




Kondisi TPA Sarimukti yang sedang terbakar hingga minggu-minggu terakhir Agustus 2023 - Semoga dan semoga api segera ... (Foto: Humas Prov Jabar).





Supardiyono Sobirin/DPKLTS 29 Agustus 2023

 



Esai ini menceritakan sebuah situasi hipotetis yang menggambarkan dampak bila semua TPA dan TPS ditutup selama satu bulan. Harap diingat bahwa ini adalah pandangan fiksi yang ditujukan untuk membangkitkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan sampah dan tanggung jawab kita terhadap lingkungan. Penting untuk memahami bahwa solusi yang lebih baik dapat dicapai melalui kerjasama, inovasi, dan kesadaran akan dampak kita terhadap bumi.

 


Krisis Sampah: Satu Bulan Mimpi Buruk

Sebuah pagi yang terasa normal, tapi kemudian datanglah bencana lingkungan  mengerikan yang mengubah segalanya. TPA Sarimukti di Bandung Raya terbakar, dan begitu cepatnya, pandangan kita tentang sampah pun berubah. Namun, ini hanyalah permulaan dari sebuah mimpi buruk yang lebih besar, ketika tiba-tiba ada diskresi semua Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ditutup tanpa ampun selama satu bulan penuh.

 

Horor Pertama: Kota Terperangkap dalam Timbulan Sampah

Dalam hitungan hari, Bandung Raya yang sebelumnya berkilauan dengan keindahan dan kehidupan kini tenggelam dalam timbulan sampah yang membusuk. Trotoar yang dulu ramai oleh langkah-langkah riang kini tertutup oleh tumpukan sampah yang menjijikkan. Jalan-jalan menjadi sulit dilalui, dan aroma busuk yang tak tertahankan menyeruak hingga dalam ruangan. Langit sendu tertutup oleh lapisan kabut asap sampah, mengingatkan kita pada kengerian yang sedang kita hadapi.

 

Pandemi Kesehatan dan Lingkungan: Bencana dalam Bencana

Seiring berjalannya waktu, dampak yang lebih besar mulai terungkap. Penyebaran penyakit yang cepat dan tak terkendali menjadi ancaman nyata. Tempat yang semula nyaman, seperti taman dan tempat bermain anak-anak, kini berubah menjadi sarang potensial bagi berbagai virus dan bakteri mematikan. Peningkatan kasus penyakit kulit, pernapasan, dan saluran pencernaan hanya menjadi puncak gunung es dari bencana yang melanda masyarakat.

 

Munculnya Gerakan Tuntutan: Pemulihan Lingkungan  

Namun, di tengah suasana putus asa, ada cahaya kecil yang muncul. Masyarakat yang terjebak dalam krisis ini mulai bersatu dalam gerakan tuntutan. Mereka menuntut pemulihan lingkungan yang segera dan tindakan konkret dari pemerintah dan pemangku kepentingan. Aksi protes dan demonstrasi melanda jalan-jalan yang penuh oleh tumpukan sampah.

 

Kekuatan Transformasi: Dari Krisis Menuju Kesadaran

Selama satu bulan yang kelam, masyarakat belajar banyak tentang diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan lingkungan. Dalam suasana putus asa, banyak individu mulai mengadopsi kebiasaan baru untuk mengurangi sampah mereka. Daur ulang dan penggunaan kembali benda-benda sebelumnya diabaikan, mengingat pentingnya untuk hidup berkelanjutan.

 

Dosa dan Penebusan: Memahami Harga Kesalahan

Di sisi lain, sanksi berat diberlakukan kepada mereka yang berani melanggar larangan membuang sampah. Sanksi ini bukan hanya sekadar hukuman, tetapi juga panggilan untuk merefleksikan dosa kita terhadap bumi. Tumpukan sampah yang melonjak menjadi pengingat pahit akan harga dari ketidakpedulian kita terhadap lingkungan.

 

Kembali ke Cahaya Gemilang: Akhir dari Masa Kelam

Akhirnya, setelah satu bulan yang penuh tantangan, TPA dan TPS dibuka kembali. Tapi apa yang telah terjadi tidak bisa dihapus begitu saja. Warga melihat kota mereka yang hancur, dampaknya terpampang jelas di tumpukan sampah yang belum sepenuhnya hilang. Tapi ada keberanian dalam diri mereka, keberanian untuk membangun kembali dan mengubah masa lalu yang gelap menjadi masa depan yang lebih terang.

 

Pelajaran yang Berharga: Transformasi Kehidupan

Krisis TPA Sarimukti telah membuka mata kita secara brutal. Pengalaman ini mengajarkan kita betapa rapuhnya lingkungan yang kita abaikan begitu lama. Ini adalah panggilan untuk perubahan. Dari krisis ini, kita harus mengambil pelajaran penting tentang pentingnya tanggung jawab kolektif dalam merawat bumi kita. Kita harus mengubah gaya hidup kita, merangkul keberlanjutan, dan memastikan bahwa mimpi buruk ini tidak pernah menjadi kenyataan. Harus diingat, kehancuran tidaklah menjadi akhir dari kisah kita. Dari puingpuing bencana, manusia selalu menemukan cara untuk bangkit dan tumbuh. Kita harus terus bergerak maju, menuju masa depan yang lebih baik.

 




Kondisi TPS 3R Jl. Cibatu Raya No. 1 Antapani Kota Bandung per 27 Agustus 2023 - tak bisa lagi menampung sampah, plus armada roda tiga sampah hanyak bisa parkir dengan penuh muatan sampah ...lengkaplah absurditas ini, dari sampah ke sampah lagi! (Foto: HS).





Pentingnya Pendidikan Lingkungan Sejak Dini: Dalam krisis ini, terlihat betapa pentingnya pendidikan lingkungan sejak usia dini. Masyarakat yang telah memiliki pemahaman mendalam tentang dampak sampah terhadap lingkungan akan lebih cenderung mengambil langkah-langkah preventif. Pendidikan tentang daur ulang, pengurangan sampah, dan pemilihan produk ramah lingkungan seharusnya menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan.

 

Keterlibatan Aktif Warga dalam Pengelolaan Sampah: Krisis ini bisa menjadi momen untuk mendorong partisipasi aktif warga dalam pengelolaan sampah. Peningkatan kesadaran warga tentang peran mereka dalam menjaga kebersihan lingkungan adalah kunci. Gerakan sukarela, seperti membersihkan lingkungan lokal atau berpartisipasi dalam program pengurangan sampah, harus didukung dan diapresiasi.

 

Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Sampah: Kisah ini seharusnya mendorong inovasi dalam teknologi pengelolaan sampah. Solusi seperti sistem pengumpulan dan pemilahan sampah yang lebih efisien, penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam produksi barang-barang, dan solusi daur ulang yang lebih maju harus didorong. Dalam era teknologi modertn, ada potensi besar untuk mengubah cara kita memandang sampah. Sangat mendasar, jangan melupakan kearifan lokal yang harus dikombinasikan dengan teknologi modern sehingga lingkungan lestari.

 

Pengawasan Terhadap Industri dan Konsumen: Selain tanggung jawab pribadi, krisis ini menegaskan pentingnya pengawasan terhadap industri dan praktik konsumen yang merugikan lingkungan. Pemerintah dan badan regulasi harus memastikan bahwa perusahaan mengikuti praktik berkelanjutan dalam produksi dan kemasan produk. Konsumen juga perlu lebih selektif dalam memilih produk yang mereka beli.

 

Kepedulian Terhadap Penanganan Sampah Pasar: Perlu perhatian bahwa sampah pasar juga memiliki dampak signifikan. Masyarakat seharusnya didorong untuk mempraktikkan pembelian yang bijak, meminimalkan penggunaan plastik sekali pakai, dan mendukung inisiatif pasar bebas sampah. Pembelajaran tentang efek jangka panjang sampah pasar bisa menjadi katalis untuk perubahan perilaku.

 

Kolaborasi Antar Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat Sipil: Krisis ini harus menegaskan pentingnya kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam menghadapi tantangan lingkungan. Hanya dengan bekerja bersama-sama kita dapat mencapai solusi yang berkelanjutan dan menjaga bumi untuk generasi mendatang.

 

Mengubah Pandangan Terhadap Sampah: Salah satu aspek yang perlu disoroti adalah bagaimana masyarakat melihat sampah. Ini harus diubah dari "barang yang tak berguna" menjadi "sumber daya potensial". Melalui pemikiran kreatif dan inovasi, sampah dapat diubah menjadi bahan baku baru, energi, atau produk bernilai lainnya.

 

Membayangkan Masa Depan yang Lebih Bersih: Setelah menggambarkan gambaran krisis yang mengerikan, penting juga untuk menyajikan pandangan masa depan yang lebih baik. Ini dapat melibatkan penjelasan tentang bagaimana langkah-langkah perbaikan yang diambil oleh masyarakat membawa dampak positif pada lingkungan, kehidupan seharihari, kesejahteraan masyarakat, kemakmuran wilayah, dan keberlanjutan ekologi. (HS/SS)

 

 

---ooOoo---

Kiamat Ekologi: Saat Sampah Membunuh Kota Kiamat Ekologi: Saat Sampah Membunuh Kota Reviewed by Harri Safiari on 11.50 Rating: 5

Tidak ada komentar