KAMJ Gelar Peduli Rempang dari Gedung Sate ke Gedung Merdeka, Memet H Hamdan: Ada kewenangan presiden …
Algivon.com – Gemuruh simpati terhadap kasus Rempang yang
menggemparkan jagat raya, rupanya di Kota Bandung ditanggapi ratusan massa dari
Kesatuan Aksi Masyarakat Jabar (KAMJ) pada Selasa, 26 September 2023. Mereka siang
itu melakukan long march, start dari Gedung Sate dan finish di Gedung Merdeka di
jalan Asia Afrika,” alhamdulillah kami berorasi di sana dengan tertib, situasi
keamanan yang cukup ketat pun kami rasakan. Terpenting pesan tersampaikan dan
aman lagi,” papar Asep KW satu dari bagian unsur Korlap KAMJ.
Sementara itu menurut Asep Syaripudin, Korlap KAMJ lainnya,
aksi ini digelar sebagai bentuk solidaritas bagi masyarakat Rempang di Batam,
yang saat ini tengah mengalami konflik agrarian:
"Aksi ini digelar oleh berbagai komponen masyarakat.
Kami tergabung dalam Persatuan Aksi Masyarakat Bela Rempang, kita mendukung
perjuangan masyarakat Rempang untuk mengusir investor," ujarnya dengan
menambahkan - "Mereka tidak memberdayakan warga. Kita tolak kedzaliman,
Rempang itu Indonesia. Ini nggak
fair, bermasalah dan harus dibela."
Sementara itu aktivis Aam dari DPC Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara Indonesia (APRTNI) mengatakan bahwa warga Jawa Barat dalam konteks aksi Peduli Rempang, dalam orasinya dari atas mobil komando yang terparkir secar mencolok di depan Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika Kota Bandung, tegas mengatakan, aksi:"penggusuran rakyat ini berkedok investasi yang merugikan rakyat setempat."
Masih kata Aam dengan lantang ia katakana kasus semacam ‘Rempang’
ini tidak hanya terjadi di Pulau Rempang Batam, namun tersebar merata di
pelosok Nusantara, termasuk Kota Bandung.
"Di Kota Bandung, kasus pengusiran paksa kepada warga
yang sudah menghuni tanah negara selama 60 atau 70 tahun juga banyak,"
kata Aam dalam orasinya yang disambut riuh para pendemo.
Kepada redaksi, usai Aam dari APRTNI Kota Bandung, saat
wawancara dengan pegiat media menjelaskan, kasus pengusiran warga yang sudah
puluhan tahun menempati tanah negara memang banyak terjadi.
Caranya, areal yang sudah mereka rebut di Kota Bandung itu
selanjutnya, kata Aam, dibedeng dan dijadikan kawasan bisnis seperti Jalan
Laswi Kacapiring, Jalan Jawa, kawasan Jalan Padjadjaran, kawasan Andir, Dago
Kanayakan, Dago Elos dan lain sebagainya.
"Semua asetnya (oleh pihak tertentu-red) ini milik
saya. Kalau mau tinggal atau pakai lahan, di situ lu harus bayar sewa," jelas
Aam dengan berapi-api. .
Saat Aam ditanya lebih jauh, Itu kata siapa Kang?. "Ya,
kata oknum, yang ingin mengambil aset yang sudah dikuasai secara fisik oleh
warga," ungkapnya.
Faktanya, warga yang menempati tanah negara, umumnya tanah
yang selanjutnya di-klaim sebagai milik PT KAI Daop 2 Bandung, secara legal.
"Legal yang dimiliki warga yang menempati tanah negara
itu adalah SIM (surat izin menghuni), setara dengan sertifikat hak milik, kalau
merujuk dari PP Tahun 2021, sebagaimana yang dijelaskan Presiden Jokowi" jelas
Aam.
Memet H Hamdan &
Bineka Tunggal Ika
Sementara itu Memed H Hamdan, Pengamat Kebudayaan dan
Pembangunan Jawa Barat mengatakan demo yang dilakukan KAMJ adalah sikap
kebudayaan.
"Solidaritas masyarakat sunda kepada masyarakat melayu.
Kalau bicara sunda, melayu, bugis dan sebagainya itu kan bhineka tunggal
ika," ujarnya.
"Kalau secara pribadi saya, itu namanya sikap yang
betul-betul bhineka tunggal ika," tambahnya.
Adapun soal Rempang, jelas Memet, hanya sebuah kasus, kalau
secara obyektif investasi itu perlu bahkan ada di undang undang (UU), yaitu UU
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penenaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
"Itu kan akan mendatangkan modal, akan menciptakan
kerja, jadi kalau dilaksanakan secara fair luar biasa itu. Karena dalam negeri,
tidak ada dana untuk melakukan pembangunan, padahal sumber dananya
banyak," ungkapnya.
Oleh karenanya proses investasi itu harus dilakukan secara
benar dan baik, “kalau mau dikasih, ya kasihlah. Kalau enggak mau, ya tolaklah,”
ujar Memet H Hamdan.
"Kan investor itu sama dengan pembeli, pembeli itu
raja, kalau buat saya, kalau mau dikasih izin, kasih. Kalau enggak, tolak.
Jangan diulur-ulur, nggak karu-karuan," tambahnya.
"Saya dulu kan mantan pejabat. Kalau mau tolak, tolak.
Kalau diterima, nanti ada persyaratan, disitu," terangnya.
Jadi, kalau mereka main gusur?
"Itu ekses, kalau pejabat di daerah, tiba-tiba aja
kasih tahu, kalau penduduk akan dipindahkan, gimana urusannya? Mestinya kan,
ada prosedur, dalam satu rapat, katakanlah rapat kabupaten, di situ semua
diundang, camat diundang, kepala desa diundang, tokoh diundang,"
ungkapnya.
"Terangkan, ini akan ada rencana investasi, begini,
begini, jadi tidak bisa semena-mena main gusur. Kalau mau dijual, jual tu
pulau, jangan dengan dalih investasi, jangan dihabiskan, nggak bisa kalau
begitu," terangnya.
Alhasil bagi Memet H Hamdan, kasus Rempang itu, titik berat kesalahannya
ada di pemerintah, karena itu merupakan investasi besar yang nilainya mencapai
Rp381 triliun, hingga tahun 2080 mendatang.
"Ada kewenangan presiden di situ. Artinya, bagaimana loh
kok presiden piye, toh? Kok diem aja, gitu?! Tidak ngontrol, atau malah mungkin
membiarkan, jadi di situ ada kesalahann presiden," beber Memet H Hamdan.
Ditanya, tentang konteks sikap aparat di bawah, yang
akhirnya menimbulkan korban di lapangan khususnya bagi warga Rempang?
"Jadi ya, presiden harus tanggungjawab. Dia harus
segera mengambil sikap," terangnya.
"Izin kepada investor itu, siapapun dia, kalau mau
diteruskan, diteruskan, kalau enggak, ya enggak," tegasnya kembali.
Letjen (Purn) Yayat Sudrajat
Sementara itu Korlap Aksi Demo KAMJ Letjen (Purn) Yayat
Sudrajat SE mengakui bahwa pemerintah atau negara itu memang membutuhkan lahan
untuk bisnis. “Tetapi tidak boleh main gusur,” ujarnya dengan menambahkan:
"Kalau di RRC, yang pertama ini, yang dilupakan oleh
pemerintah kita, satu tanah, tidak boleh dikuasai oleh orang per orang! Apalagi
oleh orang asing, Itu semua, milik negara, jadi aman. Di kita, bisa hilang
tanah kita," ungkapnya.
Yang kedua, tambah Jenderal Yayat, kalau berbisnis,
pemerintah RRC selalu memperhatikan kepentingan rakyat. Ada persyaratan 60
persen untuk penduduk lokal,
Di mana, pabrik atau investasi itu harus didirikan oleh
orang lokal, 40 persen silahkan berinvestasi, investor yang menentukan.
"Di sana managemen yang pertama dari investor, misal
investornya Jerman, tetapi orang keduanya harus orang lokal China," terang
jenderal Yayat Sudrajat.
Masih kata Yayat Sudrajat, “setelah itu, masa investasinya
dibatasi!” ujarnya dengan menambahkan:
"30 tahun misalnya, nah, selama 30 tahun itu, orang
asli di sana learning by doing, belajar dari si investor, sehingga begitu 30
tahun selesai masa investasi, si asingnya pergi. Kemudian, dikuasai dan
dijalankan langsung oleh bumi putra," terangnya.
Lebih jauh kata Yayat Sudrajat, bila bisnis itu,
mengharuskan menggusur sebuah desa, yang pertama pemerintah menyiapkan dulu
lahan, “untuk nanti pada saat relokasi, semua-semuanya disiapkan termasuk
rumah, dan fasilitas umum. Semuanya disiapkan, mulai dari pasar tradisional,
mal dan seterusnya," terangnya.
Tidak hanya itu, pohon-pohon besar yang dari tempat semula,
semua diangkat, ditaruh di tempat yang baru.
"Setelah semuanya siap, baru dipindahkan, dipindahkan
pun diantar, dibere duit, untuk bekal awal, jadi begitu menempati rumah
relokasi yang baru, semua kegiatan kehidupan langsung berjalan,"
terangnya.
"Di sini, innnalillahi! Sabodo teuing rakyat teh, paeh henteu,
hirup oge henteu! Menyedihkan," ungkapnya.
"Anak bangsa aing, diusir begitu saja, demi mementingkan
bisnis, kepentingan si asing atau aseng. Jadi menurut saya. Yuk, pribumi Nusantara.
Saatnya kita bangkit, minta hak mu, yang direbut oleh hegemoni," terangnya.
"Tetapi kalau pemerintah ini benar, saya rela mati
untuk pemerntah. Karena sama pemerintah dengan negara, tetapi saat ini tidak
dalam keadaan baik-baik saja. Komunis sudah ada dimana-mana," pungkasnya.
Masyarakat Jawa
Barat Bela Rempang
Selanjutnya, gelaran unjuk rasa ditutup Letjen (Purn) Yayat
Sudrajat SE dengan membacakan Pernyataan Masyarakat Jawa Barat Bela Rempang.
Kami para Ulama, Purnawirawan, Akademisi, Aktivis,
Mahasiswa, Santri, Pemuda/Remaja Masjid, Buruh, Jawara, Barisan Emak-emak, yang
tergabung dalam KAMJ menyatakan sikap.
Pertama,
Pemerintah Jokowi sudah tidak memiliki harapan lagi untuk mampu meningkatkan
kemampuan ekonomi bangsa dan malah memberikan rasa takut rakyat Indonesia.
Banyak kebijakannya yang telah melanggar konstitusi yang
membahayakan keutuhan NKRI serta melanggar konstitusi yang membahayakan
keutuhan NKRI.
Serta memberikan kemudahan bagi Negara Asing untuk mencaplok
Indonesia, untuk itu agar lembaga legislatif meminta pertanggungjawaban
Presiden Jokowi.
Dua, Menolak
segala bentuk Investasi yang berbaju Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan
secara mendadak hanya mementingkan beberapa gelintir pemodal apalagi asing
tanpa adanya kajian mendalam dari berbagai aspek termasuk lingkungan dan sosial kemanusiaan.
Ketiga, Demi
keuntuhan NKRI kami Masyarakat Sunda mendukung sepenuhnya Bangsa Melayu,
terutama di pulau Rempang sebagai penjaga pulau Rempang terluar yang berdekatan
dengan Negara tetangga Singapura.
Bandung, 26 September 2023
Kesatuan Aksi Masyarakat Jawa Barat
Tidak ada komentar