Ini Dia Seputar Pemaknaan Quick Wins - Apa Kata Supardiono Sobirin
Algivon.com -- Supardiyono Sobirin selaku Anggota Tim Ahli Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan (PPK ) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat, sekaitan kerap kita mendengar, membaca maupun menyimak terminologi quick wins atau 'kemenangan maupun hasil yang cepat', melalui tulisan ini membahasnya secara lebih komprehensif. Selamat menyimak...
1.
"Quick wins": adalah istilah yang
sering digunakan dalam manajemen proyek atau inisiatif perubahan organisasi.
Ini mengacu pada tindakan atau langkah-langkah yang dapat diimplementasikan
dengan cepat dan menghasilkan manfaat atau hasil positif yang terlihat dalam
jangka waktu singkat. Beberapa pemahaman tentang "quick wins":
(1) Memberikan momentum: "Quick
wins" sebagai momentum awal dan membangun kepercayaan dalam sebuah proyek
atau inisiatif. Ini dapat membantu mendorong dukungan dan antusiasme dari para
pemangku kepentingan.
(2) Hasil yang cepat terlihat: Ini merujuk
pada hasil atau manfaat yang dapat diraih dan dirasakan secara cepat, berbeda
dengan proyek besar yang membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan hasil.
(3) Membangun kredibilitas: Ketika tim
dapat menunjukkan "quick wins", ini dapat membangun kredibilitas dan
kepercayaan bahwa proyek tersebut dapat berhasil.
(4) Sumber motivasi: Tercapainya
"quick wins" dapat menjadi sumber motivasi untuk tim proyek dan
membantu mempertahankan momentum serta antusiasme selama proyek berlangsung.
(5) Pembelajaran dan penyesuaian:
"Quick wins" juga dapat digunakan sebagai peluang untuk belajar dan
menyesuaikan pendekatan proyek jika diperlukan sebelum melangkah lebih jauh.
Secara umum,
"quick wins" dianggap penting dalam manajemen proyek atau perubahan
organisasi karena dapat membangun kepercayaan, motivasi, dan momentum awal yang
diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang yang lebih besar.
2.
"Quick wins" dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan secara bebas sebagai "kemenangan cepat" atau
"hasil yang cepat". Istilah ini mengacu pada strategi untuk mencapai
beberapa keberhasilan atau tidak perlu keberhasilan total yang dapat diraih
dalam waktu singkat atau dengan upaya minimal. Tujuannya adalah untuk membangun
momentum dan kepercayaan diri sebelum memulai proyek atau inisiatif yang lebih
besar. Beberapa contoh penggunaan "quick wins":
(1) Dalam
bisnis, quick win bisa berupa penjualan produk baru yang bisa mendatangkan
pendapatan dengan cepat.
(2) Dalam
manajemen proyek, quick win bisa berupa perbaikan kecil yang memberikan dampak
visual/nyata dengan cepat.
(3) Dalam
pengembangan diri, quick win bisa berupa pencapaian kecil seperti membaca buku
selama 30 menit setiap hari.
Jadi, intinya quick
wins bermakna pencapaian atau hasil yang relatif kecil tetapi dapat diraih
dengan cepat, sebagai langkah awal sebelum mencapai tujuan besar.
3.
Sejarah “quick wins”: Istilah "quick
wins" mulai populer dalam manajemen proyek dan perubahan organisasi sejak
awal tahun 1990-an. Meskipun konsepnya sudah ada sebelumnya, namun istilah ini
diperkenalkan dan dipopulerkan oleh John P. Kotter, seorang profesor dari
Harvard Business School, dalam bukunya yang berjudul "Leading Change" yang diterbitkan pada tahun 1996.
(1) Kotter
menekankan pentingnya mencapai "quick wins" dalam proses perubahan
organisasi untuk membangun kepercayaan dan memotivasi orang-orang yang
terlibat.
(2) Sejak
saat itu, istilah ini menjadi bagian dari kosakata umum dalam manajemen proyek
dan perubahan.
(3) Berikut
adalah beberapa contoh success story berdasarkan langkah tepat "quick
wins":
a. Transformasi Budaya Perusahaan: Sebuah
perusahaan teknologi besar ingin mengubah budaya kerja yang kaku dan hierarkis
menjadi lebih kolaboratif dan berorientasi pada inovasi. Salah satu "quick
win" yang mereka lakukan adalah mengubah tata letak kantor menjadi lebih
terbuka dan mendorong komunikasi lintas fungsi. Hal ini memberikan sinyal nyata
tentang perubahan budaya yang diinginkan dan membangun momentum untuk perubahan
lebih besar.
b. Peningkatan Efisiensi Operasional: Sebuah
pabrik manufaktur melakukan inisiatif untuk meningkatkan efisiensi operasional.
Sebagai "quick win", mereka mengimplementasikan sistem manajemen
persediaan yang lebih baik, yang menghasilkan penghematan biaya signifikan
dalam waktu singkat. Ini membangun kepercayaan dalam program efisiensi yang
lebih besar dan memotivasi karyawan untuk terus mencari peluang perbaikan.
c. Peluncuran Produk Baru: Sebuah
perusahaan teknologi meluncurkan produk baru yang cukup berbeda dari lini
produk mereka saat ini. Sebagai "quick win", mereka melakukan
kampanye pemasaran terfokus yang menjangkau segmen pasar yang sangat spesifik.
Meskipun skala kecil, ini memberikan umpan balik positif dan pembelajaran yang
berharga untuk pendekatan peluncuran produk yang lebih besar di masa mendatang.
d. Digitalisasi Proses Bisnis: Sebuah
organisasi pemerintah ingin mendigitalkan proses bisnisnya yang masih manual.
Sebagai langkah awal, mereka mengotomatiskan salah satu proses utama yang
sering dikeluhkan oleh warga negara. Meskipun hanya sebagian kecil dari
transformasi digital yang direncanakan, ini memberikan bukti nyata tentang
manfaat digitalisasi dan membangun dukungan untuk inisiatif yang lebih besar.
Kunci "quick
wins" adalah memilih tindakan yang dapat diimplementasikan dengan cepat,
memberikan manfaat yang terlihat, dan membangun momentum serta dukungan untuk
perubahan atau proyek yang lebih besar di masa depan.
4.
Beberapa syarat penting untuk keberhasilan "quick
wins" dalam sebuah proyek atau inisiatif perubahan:
(1) Dapat diukur dan terlihat: "Quick
wins" harus menghasilkan manfaat atau hasil yang dapat diukur dan terlihat
dengan jelas oleh semua pihak yang terlibat. Hal ini akan membangun
kredibilitas dan kepercayaan terhadap proyek atau perubahan yang lebih besar.
(2) Terjangkau dan mudah dicapai: Target
"quick wins" harus realistis dan terjangkau dalam waktu singkat. Jika
terlalu besar atau rumit, ini dapat menghambat momentum dan kepercayaan.
(3) Relevan dengan tujuan akhir: Meskipun
berskala kecil, "quick wins" harus terkait dan relevan dengan tujuan
akhir proyek atau perubahan yang lebih besar. Ini akan memastikan bahwa
langkah-langkah awal sejalan dengan arah yang benar.
(4) Melibatkan pemangku kepentingan utama:
Untuk membangun dukungan dan komitmen, "quick wins" harus melibatkan
pemangku kepentingan utama yang akan terdampak oleh perubahan. Ini menciptakan
rasa kepemilikan dan membantu mengatasi resistensi terhadap perubahan.
(5) Sumber daya yang memadai: Meskipun
berskala kecil, "quick wins" tetap memerlukan alokasi sumber daya
yang memadai, seperti anggaran, waktu, dan tenaga kerja. Ini memastikan bahwa
"quick wins" dapat dicapai dengan benar.
(6) Komunikasi yang efektif: Keberhasilan
"quick wins" harus dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh
organisasi. Ini membantu membangun kesadaran, antusiasme, dan dukungan untuk
langkah-langkah selanjutnya.
(7) Pembelajaran dan penyesuaian:
"Quick wins" harus dievaluasi dan dipelajari dengan seksama.
Pelajaran yang diperoleh dapat digunakan untuk menyesuaikan strategi dan
meningkatkan pendekatan untuk fase berikutnya dalam proyek atau perubahan.
Dengan memenuhi
syarat-syarat ini, "quick wins" dapat memberikan momentum awal yang
kuat, membangun kepercayaan, dan mempersiapkan organisasi untuk perubahan atau
proyek yang lebih besar dan lebih menantang di masa depan.
5.
Jika tidak ada anggaran yang tersedia, ada
beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk tetap mencapai "quick
wins" yang sukses:
(1) Fokus pada perbaikan proses: Salah satu
cara untuk mendapatkan "quick wins" tanpa anggaran adalah dengan
fokus pada perbaikan proses internal. Lakukan analisis mendalam terhadap proses
bisnis yang ada dan identifikasi peluang untuk memperbaiki efisiensi,
menghilangkan pemborosan, atau mengurangi birokrasi yang tidak perlu. Perbaikan
seperti ini seringkali tidak memerlukan investasi besar namun dapat memberikan
manfaat cepat.
(2) Manfaatkan sumber daya yang ada:
Evaluasi sumber daya yang sudah dimiliki organisasi, seperti keterampilan dan
pengetahuan karyawan, peralatan, atau teknologi yang sudah ada. Pikirkan cara
untuk memanfaatkan sumber daya ini secara lebih efektif atau menggunakannya
untuk tujuan baru yang dapat memberikan manfaat cepat.
(3) Kemitraan dan kolaborasi: Pertimbangkan
untuk menjalin kemitraan atau kolaborasi dengan organisasi lain, pemasok, atau
pelanggan. Dengan berbagi sumber daya atau keahlian, mungkin dapat mencapai
"quick wins" dengan biaya yang lebih rendah atau bahkan tanpa biaya
sama sekali.
(4) Melibatkan karyawan, staff, dan
sukarelawan: Libatkan karyawan dan sukarelawan dalam upaya mencapai
"quick wins". Mereka mungkin memiliki ide-ide segar atau bersedia
memberikan waktu dan upaya mereka untuk proyek-proyek tertentu yang dapat
memberikan manfaat cepat.
(5) Kegiatan pemasaran atau promosi skala
kecil: Jika "quick wins" terkait dengan pemasaran atau promosi,
cari solusi berbiaya rendah seperti pemasaran melalui media sosial, kolaborasi
dengan influencer, atau acara skala kecil yang menarik perhatian.
(6) Prioritaskan "quick wins" yang
tidak memerlukan anggaran besar: Jika ada beberapa opsi "quick
wins", prioritaskan yang tidak memerlukan anggaran besar atau bisa
dilakukan dengan sumber daya yang sudah ada.
Kuncinya adalah
berpikir kreatif, memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan bijak, dan
fokus pada solusi yang dapat memberikan manfaat nyata dengan investasi minimal.
Meskipun tanpa anggaran, "quick wins" masih dapat dicapai dengan
pendekatan yang inovatif dan kolaboratif.
6.
Jika "quick wins" gagal, penting
untuk mengomunikasikannya kepada publik atau masyarakat luas dengan cara yang
jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Berikut adalah beberapa saran dalam
menyampaikan kegagalan "quick wins":
(1) Akui kegagalan secara terbuka: Akui
dengan terbuka bahwa upaya "quick wins" tersebut tidak berhasil
sesuai yang diharapkan. Jangan mencoba menyembunyikan atau meremehkan kegagalan
tersebut.
(2) Jelaskan penyebab kegagalan: Berikan
penjelasan jelas tentang penyebab kegagalan "quick wins" tersebut,
misalnya karena perencanaan yang kurang matang, sumber daya yang tidak memadai,
atau faktor eksternal yang tidak terduga.
(3) Ambil tanggung jawab: Ambil tanggung
jawab atas kegagalan tersebut, bukan untuk menyalahkan pihak lain. Tunjukkan
bahwa organisasi atau tim untuk siap mengambil pelajaran dari kegagalan ini.
(4) Sampaikan langkah perbaikan: Jelaskan
langkah-langkah perbaikan yang akan diambil untuk mengatasi kegagalan tersebut
dan memastikan agar tidak terulang di masa depan. Ini menunjukkan komitmen
untuk terus maju dan belajar dari pengalaman.
(5) Pertahankan transparansi: Berikan
informasi yang relevan dan transparan tentang dampak kegagalan "quick
wins" tersebut, baik dari segi waktu, biaya, atau konsekuensi lainnya.
(6) Sampaikan visi dan rencana ke depan:
Meskipun "quick wins" gagal, sampaikan visi dan rencana organisasi
atau proyek ke depannya. Ini akan memberikan keyakinan bahwa kegagalan tersebut
hanya merupakan bagian kecil dari perjalanan yang lebih besar.
(7) Tunjukkan sikap rendah hati: Jangan
mencoba membela diri atau menyalahkan pihak lain. Tunjukkan sikap rendah hati
dan kesiapan untuk belajar dari kesalahan.
Dengan
mengomunikasikan kegagalan "quick wins" secara terbuka, jujur, dan
bertanggung jawab, kita dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata
publik atau masyarakat luas. Ini juga menunjukkan integritas organisasi atau
tim dalam menghadapi tantangan dan terus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang
lebih besar.
7.
Contoh pengalaman gagalnya "quick wins" di berbagai organisasi atau proyek:
(1) Peluncuran Fitur Baru Produk: Sebuah
perusahaan teknologi mencoba meluncurkan fitur baru pada produk andalannya
sebagai "quick win" untuk menarik lebih banyak pelanggan. Namun,
fitur baru tersebut ternyata kurang terintegrasi dengan baik dan memiliki
banyak bug. Ini menyebabkan pengalaman pengguna yang buruk dan keluhan dari
pelanggan yang ada. Upaya "quick win" ini gagal dan justru merugikan
citra produk tersebut.
(2) Kampanye Pemasaran Skala Kecil: Sebuah
perusahaan ritel meluncurkan kampanye pemasaran skala kecil di media sosial
sebagai "quick win" untuk meningkatkan awareness merek. Namun, konten
pemasaran yang dihasilkan kurang menarik dan tidak sesuai dengan target
audiens. Kampanye tersebut gagal mendapatkan perhatian dan engagement yang
diharapkan.
(3) Program Efisiensi Biaya: Sebuah
organisasi pemerintah mencoba menerapkan program efisiensi biaya sebagai
"quick win" dengan memangkas beberapa layanan dan mengurangi staf.
Namun, pelaksanaannya tidak direncanakan dengan baik dan menyebabkan gangguan
pada layanan publik serta penurunan moral karyawan. Program ini akhirnya
ditangguhkan karena kegagalan dalam mencapai tujuan efisiensi yang diharapkan.
(4) Perbaikan Proses Internal: Perusahaan
manufaktur mencoba memperbaiki proses produksi internal sebagai "quick
win" untuk meningkatkan efisiensi. Namun, perubahan yang diimplementasikan
terlalu cepat dan kurang koordinasi, menyebabkan gangguan pada rantai pasokan
dan penurunan produktivitas sementara. Upaya perbaikan ini gagal dan justru
menimbulkan masalah baru.
(5) Kolaborasi dengan Mitra Eksternal:
Sebuah organisasi nirlaba mencoba berkolaborasi dengan mitra eksternal sebagai
"quick win" untuk meluncurkan program baru. Namun, terjadi
kesalahpahaman dan konflik kepentingan dengan mitra tersebut, sehingga proyek
kolaborasi terhambat dan tidak dapat diluncurkan sesuai rencana.
Kegagalan
"quick wins" seperti ini sering terjadi karena perencanaan yang
kurang matang, komunikasi yang tidak efektif, kurangnya sumber daya, atau
perubahan yang terlalu cepat dan kurang terkendali. Meskipun demikian, kegagalan
ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa depan jika
ditangani dengan tepat.
8.
Kasus Program Citarum Harum untuk mengejar target Indeks
Kualitas Air (IKA) 60 pada tahun
2025, beberapa langkah "quick wins" yang dapat dipertimbangkan
adalah:
(1) Meningkatkan penegakan hukum terhadap
pembuangan limbah ilegal: Melakukan operasi penegakan hukum yang ketat dan
tegas terhadap pabrik, industri, atau pemukiman yang membuang limbah secara
ilegal ke sungai Citarum. Ini dapat memberikan efek jera dan mengurangi
pencemaran secara cepat.
(2) Membangun instalasi pengolahan air limbah
sementara: Membangun instalasi pengolahan air limbah sementara di
titik-titik kritis sepanjang aliran sungai Citarum. Ini dapat membantu
menyaring dan mengurangi beban pencemaran secara signifikan dalam waktu relatif
singkat.
(3) Melibatkan masyarakat dalam pembersihan
sungai: Mengadakan program pembersihan sungai secara massal dengan
melibatkan masyarakat sekitar. Ini dapat mengurangi sampah dan limbah padat
yang mencemari sungai dalam waktu singkat dan sekaligus meningkatkan kesadaran
masyarakat.
(4) Menerapkan teknologi pengolahan air limbah
terbarukan: Menerapkan teknologi pengolahan air limbah terbarukan seperti
constructed wetlands atau bioremediasi yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Ini dapat mempercepat perbaikan kualitas air tanpa membutuhkan investasi besar.
(5) Kolaborasi dengan industri untuk daur ulang
air limbah: Menjalin kolaborasi dengan industri di sekitar Citarum untuk
mendaur ulang dan mengolah kembali air limbah mereka sebelum dibuang ke sungai.
Ini dapat mengurangi beban pencemaran secara signifikan dalam waktu singkat.
(6) Meningkatkan infrastruktur penangkapan
sampah: Memasang lebih banyak penangkap sampah di sepanjang aliran sungai
Citarum untuk mencegah sampah masuk ke sungai. Ini dapat memperbaiki kualitas
air secara cepat tanpa harus menangani sumber pencemaran secara menyeluruh.
Langkah-langkah
"quick wins" ini harus diikuti dengan program jangka panjang yang
lebih komprehensif seperti pembangunan instalasi pengolahan air limbah
permanen, relokasi pemukiman, dan penegakan regulasi secara berkelanjutan.
Namun, "quick wins" dapat membantu memperoleh hasil nyata dalam waktu
singkat dan membangun momentum untuk upaya perbaikan lebih lanjut.
9.
Kasus program Citarum Harum dalam menghadapi kendala
anggaran, beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencapai
"quick wins" tanpa bergantung pada anggaran besar adalah:
(1) Melibatkan partisipasi masyarakat:
Libatkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai Citarum secara
aktif. Lakukan kampanye dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai. Atur kegiatan bersih-bersih
sungai secara rutin dengan melibatkan relawan dari masyarakat.
(2) Menggalang dukungan swasta dan LSM:
Cari dukungan dari perusahaan swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
peduli dengan lingkungan. Jalin kemitraan untuk mendapatkan bantuan dalam
bentuk tenaga kerja, peralatan, atau pendanaan skala kecil untuk mendukung
upaya pembersihan sungai.
(3) Memanfaatkan program pemerintah lainnya:
Identifikasi program pemerintah lain yang berkaitan dengan lingkungan atau
pemberdayaan masyarakat, seperti program padat karya atau program pengentasan
kemiskinan. Sinergi dan integrasikan upaya pembersihan Citarum dengan
program-program tersebut.
(4) Mendorong partisipasi relawan: Libatkan
mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan relawan dari berbagai kalangan. Mereka
dapat memberikan tenaga dan ide-ide segar dalam upaya pembersihan sungai tanpa
mengandalkan anggaran besar.
(5) Memanfaatkan media sosial dan crowdsourcing:
Gunakan platform media sosial dan crowdsourcing untuk mempromosikan dan
mengumpulkan dana skala kecil dari masyarakat luas yang peduli dengan
lingkungan. Ini dapat membantu mendanai inisiatif pembersihan sungai tanpa
bergantung pada anggaran pemerintah.
(6) Kolaborasi dengan industri dan sektor
swasta: Jalin kemitraan dengan industri dan sektor swasta yang beroperasi
di sekitar daerah aliran Citarum. Dorong mereka untuk terlibat dalam upaya
pembersihan sungai sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan mereka.
Meskipun tanpa
anggaran besar, upaya-upaya tersebut dapat membantu mencapai "quick
wins" dalam memperbaiki kualitas air sungai Citarum. Namun, tetap
diperlukan komitmen jangka panjang dari pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya untuk mengatasi masalah secara menyeluruh dan berkelanjutan.
10. Jika upaya
"quick wins" Program Citarum Harum yang dilakukan tidak berhasil meningkatkan IKA secara signifikan hingga
mencapai target 60 pada 2025, beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan adalah:
(1) Mengevaluasi penyebab kegagalan:
Lakukan evaluasi mendalam untuk mengidentifikasi penyebab utama kegagalan dalam
mencapai target IKA 60. Apakah karena kurangnya partisipasi masyarakat, kendala
anggaran, atau faktor-faktor lain yang menjadi penghambat.
(2) Menyesuaikan strategi dan target:
Berdasarkan evaluasi tersebut, sesuaikan strategi dan target yang lebih
realistis. Misalnya, menetapkan target antara IKA 55-58 pada 2025 yang lebih
dapat dicapai dengan upaya yang ada.
(3) Meningkatkan koordinasi dan kolaborasi:
Tingkatkan koordinasi dan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan,
termasuk pemerintah, industri, LSM, dan masyarakat. Sinergi dan integrasi upaya
dari semua pihak sangat penting untuk mengatasi masalah pencemaran Citarum.
(4) Mencari sumber pendanaan alternatif:
Jika kendala utama adalah anggaran, cari sumber pendanaan alternatif seperti
kemitraan dengan swasta, crowdfunding, atau hibah dari lembaga donor
internasional yang fokus pada lingkungan.
(5) Memprioritaskan upaya jangka panjang: Meskipun
"quick wins" tidak tercapai, tetap prioritaskan upaya jangka panjang
seperti pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah, penegakan hukum yang
lebih ketat, dan program edukasi masyarakat yang berkelanjutan.
(6) Komunikasikan secara transparan: Komunikasikan
secara terbuka dan transparan kepada masyarakat mengenai pencapaian yang belum
memenuhi target, penyebabnya, dan rencana penyesuaian ke depan. Ini penting
untuk membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat.
Kegagalan dalam
mencapai "quick wins" tidak seharusnya menjadi akhir dari upaya
perbaikan kualitas air Citarum. Pelajaran yang diperoleh dapat digunakan untuk
menyesuaikan strategi dan memperkuat upaya jangka panjang menuju perbaikan yang
berkelanjutan.
11. Bahan Bacaan:
(1) Kotter,
J. P. (1996). Leading Change. Harvard
Business Review Press.
(2) Mankins,
M. C., & Steele, R. (2005). Turning
Great Strategy into Great Performance. Harvard Business Review, 83(7),
64–72.
(3) Miller,
D. (2002). Successful Change Leaders: What Makes Them? What Do They Do That Is
Different? Journal of Change Management,
2(4), 359–368. https://doi.org/10.1080/714042515
(4) Peek,
R. (2015). Driving Strategy with Quick Wins. PM World Journal, 4(9), 1–9.
(5) Tushman, M. L., & O'Reilly, C. A. (1996). Ambidextrous Organizations: Managing Evolutionary and Revolutionary Change. California Management Review, 38(4), 8 - 30. https://doi.org/10.2307/41165852
Tidak ada komentar